Saturday, 29 December 2007

Teh Goalpara Hijau


Beberapa waktu yang lalu Vanda, salah satu member milist Pecinta Teh bertanya kepada saya. “Bagaimana pendapat bapak mengenai teh Goalpara hijau? Saya terbiasa minum teh ini".

Sekilas, teh hijau seduh yang dijual dalam kemasan, apakah itu merk Kepala Jenggot, Dua tang maupun Goalpara bukan teh kualitas baik. Campuran daun tua dan batang tetaplah mendominasi. Batang teh tampak terlihat pada potongan berwarna putih di daun teh keringnya. Seduhan teh juga berwarna coklat tua, dan cenderung agak keruh.

Belum lama ini, sewaktu tea tasting di rumah Mbak Haley beberapa waktu yang lalu, kebetulan saya membawa teh hijau Goalpara untuk di tasting. Rasanya, mohon maaf dapat dikatakan horible kalau diminum tanpa gula. Selain rasa sepet, ada rasa pahit dan sedikit getir di lidah. Rasa getir ini juga dirasakan oleh peserta tea tasting lain pada waktu itu. Dugaan saya rasa getir ini dihasilkan oleh batang teh yang tercampur.


Kira-kira hanya itu yang dapat saya katakan mengenai teh hijau Goalpara. Kalau menurut saya, lebih enak teh wangi melati cap botol. Dengan komposisi daun teh tidak terlalu banyak dan waktu seduh sekitar tiga menit, menghasilkan teh wangi melati bening. Sekalipun masih ada sedikit rasa sepet, tetapi masih bisa saya nikmati tanpa gula. Yang jelas, sama-sama teh hijau, udah gitu kandungan katekinnya juga lumayan tinggi (sekitar 9%).

Saturday, 8 December 2007

Katekin dan kualitas teh Indonesia

Beberapa waktu yang lalu, saya mendapat forward email dari pak Gatot Purwoko, sobat saya di milist jalansutra yang telah mengencourage saya untuk terus belajar soal teh. Isi email yang diforward kepada saya adalah tentang tulisan yang menyatakan bahwa teh Indonesia lebih menyehatkan dengan alasan kandungan katekin teh Indonesia jauh lebih besar dibandingkan dengan teh China, Jepang dan Srilangka. "Saya tunggu koment dari mas Bambang mengenai tulisan ini", begitu kalimat pak Gatot di akhir emailnya.

Tentu saja saya mesti mengumpulkan data-data terlebih dahulu untuk dapat berkomentar. Tulisan lebih lengkap mengenai isi tulisan di atas saya temukan dalam tulisan Kusmiyati Bambang yang berjudul Prospek Teh Indonesia sebagai minuman Fungsional.
Dalam tulisan tersebut dikatakan bahwa teh Indonesia kandungan katekinnya bahkan lebih tinggi dibanding teh Sencha atau teh Oolong China. Berikut saya kutipkan tabel perbandingannya:

Tabel 1. Katekin pada beberapa jenis teh Indonesia (Bambang et al. , 1995)

Negara

Jenis teh

Substansi katekin (% b.k.)

Indonesia

teh hitam Orthodox

8,24

teh hitam CTC

7,02

teh hijau ekspor

11,60

teh hijau lokal

10,81

teh wangi

9,28

Jepang

sencha

5,06

Cina

teh oolong

6,73

teh wangi

7,47

Sri Lanka

teh hitam BOP

7,39

Dari tabel di atas terlihat bahwa kandungan katekin teh Indonesia, khususnya teh hijau dua kali lipat dari Sencha atau teh teh Oolong China.

Katekin adalah salah satu turunan dari Poliphenol yang memiliki khasiat antioxidant yang tinggi. Dipandang dari sisi kesehatan, makin tinggi katekin berarti makin bermanfaat buat kesehatan. Akan tetapi ironisnya, ditinjau dari sisi rasa, memiliki perbandingan yang terbalik.

Katekin, juga berperan penting di dalam menentukan aroma dan rasa. Rasa pahit dan sepet dalam teh sangat dipengaruhi oleh zat ini. Berarti makin tinggi katekin, makin tinggi pula rasa pahit dan sepetnya.

Faktor kadar katekin selain dari waktu panen teh, intensitas sinar matahari, juga kemudaan daun teh. Pucuk pertama daun teh, kandungan katekinnya lebih tinggi dibanding daun teh yang lainnya. Begitu juga waktu panen. Teh Jepang yang dipanen pertama kandungan katekinnya paling rendah dibanding dengan panen-panen pada bulan berikutnya. Gyokuro yang hanya terkena sinar matahari pagi, kandungan katekinnya juga lebih rendah. Dan faktanya teh-teh dengan katekin rendah justru yang rasanya lebih baik. Perkecualian adalah teh putih. Ini ini memiliki kandungan katekin yang paling tinggi. Karena selain mengalami proses yang teramat singkat, daun dipakai adalah pucuk daun yang benar-benar sangat muda. Untuk grade terbuat malahan dibuat dari kuncup daun teh yang belum mekar. Akan tetapi rasa dan aroma teh ini sangat lembut. Hampir tidak ada rasa pahitnya sama sekali.

Factor ini yang juga sering dikeluhkan oleh para buyer teh dari luar negeri. Dan kenyataannya dari sisi rasa, teh hijau Indonesia masih kalah kalau dibandingkan dengan teh hijau Cina dan Jepang. Hal ini juga diakui oleh Kusmiyati Bambang yang dalam tulisannya disebutkan bahwa sebagai minuman fungsional, teh Indonesia yang kaya katekin masih akan menghadapi kendala rasa yang kurang disukai. Teh ini memiliki rasa pahit dan sepet yang menonjol yang membedakannya dengan teh hijau Cina dan Jepang.

Sebagai bahan pembanding lain, coba perhatikan kadar katekin di dalam teh dalam kemasan berikut ini (tabel masih satu sumber dengan tulisan Kusmiyati Bambang):

Tabel 6. Kadar katekin teh dalam kemasan

No

Merek

Jenis

Bentuk kemasan

Katekin (%)

1

2 Tang

teh hit@m1breakfast tea

double tea bag

8,82

9,40

2

2 Tang

teh hitamlafternoon tea

double tea bag

8,78

7,74

3

2 Tang

teh hitam

single tea bag

6,95

7,25

4

SariWangi

teh hitam

double tea bag

5,49

5,19

5

Goalpara

teh hitam

bungkus

5,70

6,12

6

Goalpara-excelentTea

teh hitam

double chamber tea bags

7,85

7,87

7

Gunung Mas

teh hitam CTC

tea bag

8,12

8,06

8

2 Tang

teh hijau

tea bag

10,89

10,85

9

Kepala Jenggot

teh hijau

bungkus

12,31

12,30

10

Nirwana

teh hijau

bungkus

10,97

10,87

11

TEHINDO

teh hijau

bungkus

11,47

Dari daftar di dalam tabel diatas, tampak jelas bahwa kadar katekin teh hijau masih di atas kadar katekin teh hitam. Untuk teh hijau teh hijau cap kepala jenggot memiliki kadar katekin yang paling tinggi. Apakah kadar katekin ini juga memiliki korelasi dengan kualitas daun teh yang dipakai?

Dari sisi rasa, teh hijau dalam kemasan ini banyak yang mengatakan memiliki rasa yang cukup horible. Rasa sepet yang dominan, warna seduhan coklat tua. Dari pengamatan sekilas terhadap teh 2 tang hijau, saya dapatkan daun teh yang dipakai kebanyakan daun tua. Dari pengamatan sekilas tersebut, saya sementara menyimpulkan bahwa tingginya kadar katekin tidak memberikan kontribusi positif terhadap kualitas rasa dari teh.

Dengan kondisi seperti tersebut, dapatkah keunggulan katekin dijadikan suatu positioning dalam marketing untuk meningkatkan brand image teh Indonesia? Positioning yang juga tampaknya dilakukan oleh Mind Tea yang dijual secara MLM dengan jargon sebagai minuman kesehatan berkatekin tinggi.

Kalau dilihat dari trend pasar teh hijau yang menunjukkan grafik menaik, baik dari sisi jumlah penjualan maupun merk yang beredar, tampaknya potensi ini dapat dikembangkan lebih serius. Dan tampaknya brand image teh hijau lebih sehat juga sudah terlanjur melekat konsumen teh Indonesia. Melihat fakta ini saya cukup pesimistis jika mind tea yang dibanderol dengan harga cukup tinggi akan mampu merubah brand image ini. Apalagi kenyataan yang ada kandungan katekin teh hijau jauh lebih besar dibandingkan dengan teh hitam.

Akan tetapi perlu juga disadari faktor rasa teh dapat juga menjadi faktor penghambat Apalagi kalau kita memang mau mensosialisasikan minuman teh sebagai pengganti minum air putih biasa.

Factor rasa sepet ini pula yang menyebabkan teh hijau Indonesia, mesti ditambahkan gula atau pemanis lain untuk menetralisirnya. Dan sudah menjadi pengetahuan umum, untuk menjaga kesehatan gula termasuk hal yang perlu dikurangi dan dihindari. Apalagi kalau teh dengan pemanis gula dijadikan minuman kesehatan yang konsumsinya ditingkatkan sebagai pengganti air putih, tentu akan bertambah masalah karena kelebihan minum gula, yang kemudian akan menjadi pemicu masalah kesehatan lainnya seperti meningkatnya risiko diabetes dan masalah obesitas. Suatu hal yang seharusnya malahan dapat dieliminasi oleh khasiat teh itu sendiri.

Kalau menurut pendapat saya, paling utama adalah justru meningkatkan kualitas rasa dari teh itu sendiri dengan mengurangi faktor biterness dan astringency dalam teh Indonesia. Menurut tulisan Kusmiyati Bambang, rasa pahit dan sepet pada teh hijau Indonesia dapat dikurangi dengan proses pemanasan seperti terjadi pada produk pengolahan teh wangi (Bambang, 1985).

Cara lain bisa juga dengan mengklasifikasikan kualitas teh berdasarkan waktu panen. Akan tetapi itu sama juga artinya dengan mengurangi kandungan katekin dalam teh Indonesia. Apakah dengan begitu berarti kadar kesehatan dari tehnya jadi berkurang?

Tinggi dan rendahnya kadar katekin teh yang kita minum menurut saya dapat disiasati dengan peningkatan jumlah cangkir teh yang kita minum. Kalau anda minum 2 cangkir teh berkatekin 12% misalnya, apakah tidak sama dengan minum 4 cangkir teh dengan kandungan katekin 6% misalnya. Wah, tambah boros dong?

Boros atau tidak memang relatif. Yang perlu diingat adalah satu sendok teh, bisa seduh 2 atau tiga kali, bahkan bahkan berkali-kali (tentu saja rasa dan aroma teh sudah berkurang). Syaratnya adalah jangan merendam daun teh terlalu lama dan menyaringnya. Untuk teh hijau seduhan pertama hanya diperlukan waktu tiga menit, dan ditambahkan satu menit tiap seduhan berikutnya. Yang perlu disosialisasikan adalah bagaimana cara menyeduh teh yang baik dan benar.

Jadi mau teh enak atau teh sehat? Tentu pilih teh enak dan sehat to. Emangnya minum teh seperti minum jamu.