Setelah tertunda satu minggu, dari rencana semula akhirnya kopdar milist pecinta teh dapat dilakukan di perkebunan teh Gunung Mas puncak Bogor tanggal 2 February lalu. Acara sebenarnya malahan sudah direncanakan tahun lalu sebagai awal kegiatan milist, tetapi tertunda terus dan baru terlaksana sekarang.
Sungguh beruntung milist ini memiliki member dari KPB, yaitu pak Endi, sehingga segala sesuatunya langsung diurus beliau dan kita mendapatkan kehormatan langsung dibimbing oleh pak Dudhie, kepala pak pabrik gunung mas untuk melihat proses produksi hingga tea tasting.
Mengenai proses produksi, saya akan tulis dalam tulisan tersendiri. Dalam tulisan kali ini saya hanya akan menulis khusus tentang tea tasting saja. Tata cara tea tasting kurang lebih sama dengan yang pernah diajarkan mbak Ratna di Tea Galery, hanya ada beberapa perbedaan paramater dan teknis saja
Peralatan yang digunakan juga sama, yaitu menggunakan cangkir keramik bertutup dengan gerigi di salah satu bagian cangkir. Gerigi ini berfungsi sebagai saringan teh. Peralatan lain adalah mangkok untuk menuang teh, dan sendok untuk mencicipi teh. Sendok yang digunakan mirip dengan sendok sup, sehingga bentuk ujuk sendok menyerupai sloki. Penggunaan sendok lebih praktis untuk mudah kalau tasting dilakukan oleh banyak orang.
Menurut pak Dudhie adalah melakukan tasting ada 3 paramater yang mesti dirasakan:
- Strength (kekuatan rasa)
- Pungent (kesepatan)
- Freshness (kesegaran)
Setelah berkeliling pabrik sambil mendengarkan keterangan dari pak Dudhie akhirnya kami diajak ke Lab untuk diperkenalkan dengan pak Tri, Sinder kepala Gunung Mas. Sinder kepala adalah wakil dari Adm.Pabrik yang membawahi kepala pabrik, kepala Keuangan, kepala tanaman, dan lain.lain. Tidak heran kalau pengetahuan teh pak Tri cukup luas. Di situ kami diajari cara menyeruput teh untuk bisa mendapatkan aroma dan rasa yang dicari di dalam teh. Walau kelihatannya mudah tetapi ternyata ketika dipraktekan ternyata sulit juga. Teh dalam sendok teh diseruput dalam satu kali seruputan dan sampai terdengar Srottt, kemudian dibiarkan mengabut di dalam mulut untuk didapat aroma dan rasanya, setelah itu baru dibuang ke tempat khususSemula saya pikir tea taster pabrik mencicipi teh dengan meminum hingga menelannya. Saya membayangkan berapa cangkir saja yang masuk ke perut. Padahal satu grade saja sudah sekitar lima finest. Apa tidak kembung?
Ternyata setelah menyaksikan cara tea tasting langsung di pabrik, saya baru tahu kalau untuk mencicipi teh tidak perlu harus meminumnya. Cukup dirasakan di lidah.
Pada kesempatan tersebut saya juga membawa beberapa teh hitam untuk coba di tasting bersama-sama. Saya membawa Darjeeling dari Margaret’s Hope SFTGFOP (Super Fine Tippy Golden Flower Orange Pekoe), Darjeling dari Arya SFTGFOP, Tambi Pekoe Souchong, Malino BTC, Darjeling dalam kemasan Jepang (Darjeeling yang direpacking di Jepang) dan juga diseduh Walini CTC BP1.
Di situ saya baru tahu bahwa ada perbedaan parameter dalam hal tea tasting antara produsen dan penikmat teh. Menurut pak Trie dan pak Dudhie, dalam Darjeeling ada aroma asing, yang biasanya dalam parameter kualitas teh di Indonesia malah dianggap sebagai suatu produk gagal.
“Tetapi, kalau dari sisi Marketing hal ini malahan sebenarnya bisa menjadi sebuah ciri khas”, kata pak Dudhie. Lebih lanjut dia menambahkan kalau dulu perkebunan teh di Daerah Talun juga memiliki suatu teh yang memiliki ciri khas yang khusus. Tetapi sejalan dengan sistim klonalisasi dimana pada saat peremajaan teh, banyak pohon teh yang diganti dengan bibit pohon teh bibit unggul yang telah dikembangkan, sehingga dapat dikatakan terjadi penyeragaman bibit pohon teh. Hal ini yang menyebabkan ke khasan beberapa teh dari daerah tertentu menjadi hilang.
Dalam melakukakan tea tasting, digunakan ukuran 5.6 gram teh kering untuk 210mm air. Ada satu tip dari pak Tri dalam hal penggunaan air. Menurut beliau air itu memiliki kehidupan. Gunakan air yang mendidih untuk pertama kalinya. Artinya jangan rebuh air lebih dari satu kali.
Dari hasil tasting, pak Trie mengatakan yang paling bagus adalah Darjeeling kemasan Jepang. Kalau menurut lidah saya, saya lebih suka dengan Darjeeling Arya. Aroma dan rasanya terasa lembut. Margaret’s hope strengthnya lebih kuat, apalagi
Darjeeling Kemasan Jepang. Tambi Pekoe Souchong terasa lebih pahit begitu juga dengan Walini.
Beberapa teman juga mengatakan Walini cukup pahit. Dari pengalaman saya, Walini CTC memang lebih strong dan lebih pahit. Biasanya saya gunakan ukuran ½ dari ukuran teh Orthodox..
Selesai tea tasting teh hitam, saya share Gong Fu cha, yaitu cara seduh teh ala Cina. Dalam kesempatan tersebut saya coba seduh Cooked Puerh usia 8 tahun, Kuding Cha, Ti Kuan Yin dan Ginseng Oolong. Beberapa teman banyak yang suka dengan Ti Kuan Yin. Menurut pak Dudhie, aromanya adalah aroma anggrek panda. Aroma wanginya bahkan cukup awet tertinggal di cangkir bekas minum.
Photo-photo lain dapat dilihat di
http://laresolo.multiply.com/photos/album/75/Tea_Tasting_di_Gunung_Mas