Tuesday, 31 August 2010

Laresolo: Merayakan Khazanah Teh Dunia

Kedai Teh Laresolo at Vivanews

Kedai ini memiliki koleksi teh hijau, teh hitam, teh oolong dan teh putih cukup lengkap.
Senin, 23 Agustus 2010, 15:13 WIB Bonardo Maulana Wahono



VIVAnews - Teh, orang bilang, menyimpan harapan. Sejarah keberadaannya yang berusia ribuan tahun serta menyentuh begitu banyak kebudayaan telah membuatnya begitu berwibawa. Tapi kurangnya pengetahuan masyarakat kita terhadap berlapis-lapis varian teh menyebabkan apresiasi terhadap minuman ini begitu rendah. Sementara di beberapa tempat kehadiran teh senantiasa dinantikan dengan penuh debar dan dibarengi upacara istimewa - misal Inggris, Cina, atau Jepang - kita kerap menganggapnya tak berharga.

Di tengah tandusnya penilaian baik itu, Kedai Teh Laresolo seakan membawa terang dan meneruskan harapan. Tempatnya berdiri mungkin tak terlihat 'canggih' jika dibandingkan dengan kedai-kedai kopi nomor satu yang ada di Jakarta. Namun dari pojok yang bersahaja itu, di kompleks Agri Park, Taman Kencana, Bogor, nan teduh, para pengunjung dapat mencecap bentangan rasa teh yang didapatkan dari beberapa negara.

Warung yang disusun dari bilah-bilah bambu itu cukup memiliki koleksi lengkap teh hitam, teh hijau, oolong, serta teh putih. Sebut saja Ti Kuan Yin (Ti Guan Yin), teh oolong Cina kualitas premium dari provinsi Fujian yang termasyhur itu. Atau oolong Bengkulu, sebuah varian teh Indonesia yang juga punya posisi mulia di industri ini. Kita juga dapat dengan mudah memesan teh putih (white tea) ketika sudah di sana. Teh putih terbuat hanya dari pucuk dauh teh, yang jumlahnya, dalam satu pohon, sangatlah sedikit, sesuatu yang mendongkrak harga jualnya. Pue erh juga tak boleh alpa disebutkan. Di dunia teh, pu erh dapat disejajarkan dengan anggur (wine) dari segi lama penyimpanan. Laresolo menyediakan teh pu erh yang sudah berusia empat tahun. Pemilik kedai ini, yang nyaman dipanggil Bambang Laresolo, memiliki teh yang berusia 15 tahun.
"Suhu amat mempengaruhi proses penyajian teh," tukas Pak Bambang ketika meracik Wedding Imperial untuk saya. Teh ini berasal dari Sri Lanka dan diracik oleh pabrik teh ternama asal Perancis, Mariage Freres. Setiap jenis teh memiliki suhu ideal yang diperlukan untuk mengungkapkan kelebihannya. Jika suhu air terlalu panas, rasa dan aroma teh akan rusak. Karena itu, merebus teh dalam air mendidih adalah sebuah keteledoran, ungkapnya.

Teh putih, contohnya. Suhu air terbaik untuk menyiapkan teh jenis itu berkisar antara 70-80 derajat Celsius. Setelah itu, lama merendam daun teh pada air cukup antara 1 sampai 5 menit. Teh hijau hanya butuh air yang bersuhu kurang lebih 60-70 derajat Celsius. Teh hijau cukup ditenggelamkan selama satu hingga dua menit. Sementara teh hitam dan oolong dapat disiapkan pada suhu air 90-95 derajat Celsius.


Laresolo, yang secara harafiah berarti Bocah Solo, resmi menghuni Agri Park pada bulan Juni yang basah tahun 2010. Dengan luas sekitar 2x2 meter persegi, kedai itu bertetangga dengan sebuah kolam yang menenangkan serta sehimpunan rumah makan. Pada awalnya, kedai itu semata merupakan, seperti yang termaktub dalam blog-nya, "kedai virtual" yang hanya terlibat dalam interaksi di jagat maya. Sebagaimana pengakuannya, dari internet pula ia berkenalan dengan dunia teh, yakni di milis jalan-jalan dan makan-makan Jalansutra. Di milis itu ia bertemu dengan orang-orang yang membuka jalannya untuk menyelami lebih dalam hal-ihwal teh. Persinggungan yang kian intensif itu kemudian mendorongnya untuk sering berbagi pengalaman dan pengetahuannya tentang teh di Jalansutra.

Salah satu hal yang ia bagikan adalah khasiat teh. Pak Bambang mendedahkan bahwa masing-masing teh menyasar pada bagian tubuh yang berbeda. Sebagai misal, khasiat teh hijau berbeda dengan teh oolong. "Teh hijau banyak mengandung asam amino, karena itu dia berguna untuk otak. Ia juga baik untuk kulit wajah," terangnya. Sedangkan teh oolong banyak berguna untuk kesehatan jantung. Bagi anda yang memiliki masalah pencernaan, cobalah untuk mengonsumsi teh Pu Erh secara teratur sebab ia bertanggung jawab pada wilayah perut.

Kebiasaan berbagi itu terus ia salurkan di Kedai Laresolo. Jika kebetulan sedang ada di sana, ia tak sungkan menjawab berbagai pertanyaan tentang teh. Ia juga tak terlihat ragu untuk merekomendasikan teh yang kiranya akan cocok dengan lidah para pelanggannya. Ia mungkin menamai tindakannya sebagai kewajiban melayani. Saya menyebutnya hospitality.

Ada cerita menarik mengenai keramah-tamahan ini, yang kini kian langka di dunia kuliner. Suatu ketika, ia bercerita, ada seorang gadis SD datang ke sana dengan seorang temannya. Mereka berniat membeli. Si gadis menanyakan harga termurah teh di kedai itu kepada salah satu stafnya. Setelah dijawab, si gadis kemudian beranjak sambil berkata "oh, ya udah. nggak jadi. Uangnya kurang."

Pak Bambang sedang menyiapkan komposisi teh leci yang pas ketika mendengar itu. Setelah sedikit percakapan, ia memberikan teh leci itu kepada si gadis dan temannya. "Dia tamu spesial saya. Butuh keberanian dan passion untuk bertanya apakah uangnya mencukupi," jelasnya. Dua hari kemudian, sang gadis datang lagi ke sana dengan empat temannya. Dan kali itu, mereka membawa cukup uang.

Teh, memang, menyimpan harapan. Dengan mematok harga sekitar Rp 5.000 hingga Rp 15.000, Laresolo tidak hanya meluaskan cakrawala lidah kita akan kekayaan rasa teh yang tak tepermanai. Ia juga sekaligus menyinggung kita akan kenikmatan berbagi.

Saturday, 28 August 2010

Es teh dan Batu ginjal


Tulisan di Vivanews mengatakan, di balik kenikmatan es teh menyimpan potensi merugikan bagi kesehatan. Penelitian Loyola University Chicago Stritch School of Medicine mengungkap bahwa konsumsi es teh berlebih meningkatkan risiko menderita batu ginjal.

Seperti dikutip dari laman Times of India, es teh mengandung konsentrasi tinggi oksalat, salah satu bahan kimia kunci yang memicu pembentukan batu ginjal. "Bagi mereka yang memiliki kecenderungan sakit batu ginjal, es teh jelas menjadi minuman terburuk," kata Dr John Milner, asisten profesor Departemen Urologi, yang tergabung dalam penelitian.

Milner mengatakan, teh panas sebenarnya juga menyimpan efek buruk yang sama. Hanya, takaran penyajian teh panas biasanya lebih kecil. Logikanya, orang meminum teh panas tak akan sebanyak minum es teh. Jarang orang yang mengonsumsi teh panas saat haus. Berbeda dengan es teh, di mana banyak orang sanggup meminumnya lebih dari segelas saat haus dan udara panas.

Benarkah demikian?

Sudah lama rumor mengenai efek negatif teh terhadap ginjal ini beredar. Sebagai pecinta dan peminum teh, saya merasa berkepentingan untuk meluruskan agar kita lebih bijak bagaimana menyikapi rumor tersebut.

Dari tulisan tersebut, dapat disimpulkan sebenarnya bukan masalah es
tehnya, tetapi kepekatan teh serta jumlah teh yg diminum. Dengan kata lain
jangan minum teh terlalu banyak. Dikatakan minum es teh bisa lebih dari satu
gelas, karena diminum saat haus. Lha saya minum panas, bisa satu teko sendirian,
haus atau tidak haus. Total jumlah teh yang saya minum dalam satu hari berkisar 1-2 liter. Bagaimana ini?

Kalau anda sempat membeli, silahkan cari buka Real Tea Real Hearat, karangan Prawoto Indarto. Berbagai rumor negatif teh dibahas dan dijawab dengan penuh masuk akal, termasuk teh dan efek buruk terhadap ginjal. Saya akan mencoba menyarikannya secara singkat.

Pertama pembentukan batu ginjal terjadi akibat garam dan mineral dalam urine
mengalami kristalisasi. Faktor kualitas air yang sangat berperan. Kepekatan
warna teh (thearubigin)
Sangat dipengaruhi oleh garam mineral dari air yg digunakan.

Kedua, ada jenis batu ginjal kalsium oksalat yg dihubungkan dengan kandungan
asam oksalat dlm teh. Dari penelitian yg pernah dilakukan, kemungkinan asam
oksalat dalam teh hitam membentuk batu ginjal sangat kecil. Bahkan, dari
penelitian yg dilakukan selama 2 minggu, peminum teh kadar asam oksalat dalam
urine sangat rendah.

Ketiga teh memiliki sifat diuretik, sehingga air selalu bergerak, dan
memperkecil kemungkinan terbentuknya kristal.

Ke empat, kandungan kreatin peminum teh tergolong rendah. Ini merupakan indikasi
sehatnya ginjal.

Saya minum teh dari kecil, dan pernah memiliki batu ginjal sehingga harus
dilakukan ESWL. Tetapi faktor pembentukan batu ginjal saya bukan karena teh,
melainkan krn banyaknya kandungan kapur dalam air tanah di daerah saya. Ini
terlihat dari batu ginjal yg terangkat, mirip dengan kerak kapur yg terdapat di
dasar panci masak di rumah.

Jadi menurut saya air putih yg tidak bagus jauh lebih berbahaya dibanding teh.
Setelah batu diangkat, saya hanya minum air putih aqua atau menyeduh teh dng
aqua. Hingga sekarang batu ginjal saya belum terbentuk lagi. Padahal orang yg
memiliki batu ginjal tergolong memiliki bakat terjadinya pembentukan batu
ginjal.

Begitu pendapat saya, selanjutnya terserah anda.

Friday, 27 August 2010

Oolong Ratu Bayah

Banyak yg mengatakan bahwa dunia itu sempit. Seringkali kita menjumpai sesuatu
memerlukan waktu, padahal dia ada disekitar kita.

Kalau dikaitkan dengan teh, saya pernah menuliskan pengalaman saya menemukan
Oolong Bengkulu. Ternyata hal yg tidak jauh berbeda, terjadi pada Oolong yg
hendak saya ceritakan ini.

Bagi yg pernah ikut tea gathering di KPB, 2 tahun yg lalu, mungkin masih ingat
disitu kita pernah mencoba Oolong yg dibawa Julian (waktu itu masih menjadi
pertanyaan apakah itu Oolong Bengkulu yg kami cari). Disitu juga pertama kalinya
kami mengenal pak Robby, dimana pada waktu itu beliau membaw teh racikannya
sendiri yg disebut sebagai Robby's Blend, yaitu campuran white tea, Oolong dan
teh hijau.

Pada saat mencoba racikan pak Robby (sekarang diberi nama Unitea), saya sempat
terhenyak. Ini Oolong cakep banget. Aroma flowerynya cakep. Saya sempat tidak
percaya kalau dikatakan itu Oolong lokal. Bahkan saya sempat menduga-duga,
apakah ini oolong dari bengkulu. Ditambah lagi saya dapat informasi, bahwa
Chakra, bekerja sama dengan petani oolong.

Belakangan baru semua terjawab. Chakra memang punya kebun di Bengkulu, tetapi
tidak ada hubungannya dengan Oolong bengkulu. Sedikit informasi, bahwa Oolong yg
dipakai pak Robby berasal dari Pelabuhan ratu.

Ternyata memerlukan waktu 2 tahun, kalau akhirnya Oolong tersebut saya temukan
langsung dari sumbernya. Tepatnya Oolong tersebut datang sendiri ke rumah saya,
dan tidak tanggung-tanggung, Presdir dari pemilik Oolong ini sendiri yg datang
ke rumah, diantar oleh staf Marketingnya. Luar biasa. Ini sebuah kehormatan
besar bagi saya.

Pak Effendi datang bersama pak Alex, presdir dari PT. Harendong. Ketika pak Alex
menyebutkan bahwa produknya adalah teh Oolong dari daerah Bayah, yang dapat
dilalui lewat Pelabuhan Ratu, saya langsung teringat teh Oolong yang pernah saya
coba di Uniteanya pak Robby.

Dunia memang sempit benar adanya. Ternyata Oolong yang dibawa pak Alex adalah
Oolong yang sama. Unitea saya pernah review, tetapi Oolongnya sebagai single
Origin membuat saya penasaran dan pingin segera mencobanya.

Tehnya bentuknya sama denganteh Oolong pada umumnya, berupa gumpalan kecil
dengan warna hijau Jamrud. Dengan takaran 2 sendok teh China (sekitar 5 gram),
saya seduh tehnya dengan Gaiwan. Aroma bunga langsung menyergap nuansa indera
penciuman saya. Fresh banget.Seduhan pertama saya lakukan 25 detik, liquornya
tampak kuning keemasan. Rasanya fresh banget, tetapi memang lack of sweatness.
Seduhan kedua dan ketiga, taste dan flavour tampaknya tidak bertahan lama
dimulut. Begitu masuk mulut, aftertaste yang lebih mendominasi adalah
astringentnya. Mereka yang gemar dengan rasa sepet teh khas kita, mungkin akan
menyukainya. Dengan sergapan wangi diawal tegukan, diakhiri dengan rasa sepet
yang khas.

Teh ini juga sudah dicoba oleh Marchel. Beliau adalah adik Yohan Handoyo, yang
gemar melakukan wine tasting dan kuliner. Jadi kepekaan lidah mereka beberapa
tingkat diatas saya.

Beberapa paramater, seduhan pertama hingga ketiga, mirip dengan apa yang saya
rasakan. Hanya kejutan dari Marchel adalah ketika mencoba seduhan kelims. Fruit
tastenya mulai keluar. Rasa Nanas katanya. Saya penasaran dan ikut mencobanya.
Memang samar-samar, ada hint nanas yang muncul.

Anyway, Oolong ini cukup worthed dengan harganya yang tidak mahal. Saya
menamakannnya Oolong Ratu Bayah, singkatan dari Pelabuhan Ratu dan Bayah.

Thursday, 26 August 2010

Young Taster

Ada yang mengatakan bahwa seorang tea taster adalah memang dilahirkan. Kepekaan indera perasa dan penciuman adalah sebuah bakat. Apakah benar demikian, masih dapat diperdebatkan. Beberapa orang memang memiliki kepekaan dan memory yang sangat kuat terhadap aroma dan rasa. Cerita tentang si kecil Bitha, mungkin bisa menjadi contoh.

Seperti biasa, pada hari minggu, saya buka mulai jam 8 pagi. Ketika sedang membuka saung, di tenda seberang kedai saya duduk sebuah keluarga yang sedang memesan mie ayam. Sang Ibu, bertanya kepada saya, apakah saya menjual minuman teh ready to drink (sambil menyebutkan merk terkenal).

"Oh kebetulan tidak ada ibu. Tetapi kalau es teh dingin, bisa saya sajikan", jawab saya. Sang Ibu setuju.
Saya lalu tawarkan lagi, kalau suka aroma mint, saya juga dapat menyajikan teh hijau mint dingin ditambah kulit lemon.
Lagi2 sang ibu mengiyakan.

Mungkin karena merasa cocok tehnya, mereka sekeluarga pindah tempat di kedai saya.

Pak Herry, demikian nama dari kepala keluarga tersebut, mengajak 2 anaknya, Bitha dan Farhan. Bitha yang kecil tampak menyukai tehnya, tetapi tidak dengan Farhan. Pak Harry minta rekomendasi teh yang lain.
"Bapak, suka teh manis dengan aroma kuat?", tanya saya.
Ketika pak Harry mengiyakan, saya tawarkan Earl Grey, dan saya minta cium dulu aromanya, apakah cocok atau tidak.
Berdasarkan pengalaman saya, para newbie teh, biasanya menyukai Earl Grey. Benar saya, tawaran saya langsung disambut dengan suka cita. Lagi-lagi Bitha menyukai, tetapi tidak berlaku buat Farhan.

Saya bertekad untuk meluluhkan hati Farhan. Saya suruh dia coba cium aroma Red Berry, salah satu koleksi Tisane saya yg cukup banyak penggemarnya. Tetap saja, Farhan tidak suka. Wah, tampaknya Farhan tidak suka flavouring. Saya, mesti kasih dia coba aroma teh asli. Saya keluarkan Sencha Jepang. Ternyata Farhan tetap saja tidak suka. Saya nyerah deh.

Yang mencengangkan adalah komentar Bitha ketika mencium aroma Sencha.
"Ma, kok seperti bau rumput laut?"

"Emang Bitha tahu bau rumput laut?", tanya mamanya.
"Khan pernah dikasih teman waktu itu"

Amazing! Bitha baru sekali mencium aroma rumput laut, dan dia tetap mengingatnya. Masih banyak para newbie pecinta teh yang masih belum dapat merasakan aroma teh Jepang ini.

Bitha, probably she was born to be a real taster.