Ini kali kedua Vikh mengadakan Virtual Time. Tema kali ini adalah THR alias teh Hari
Raya. Terutama tentunya pairingnya yang
berhubungan dengan Hari Raya Lebaran.
Virtual kali kedua ini diikuti sekitar 13 orang. Dari Jepang
ada bu Neny dan Haruna, lalu dari Sumba ada ibu Mariana, Vikh dari Belitung,
Koriana dari Malang, pak Robby dari Bandung, Indri dari Bekasi, saya dari
Bogor. Dari Jakarta ada pak Filtrady, Ricky, Retna dan Bu Brenda. Lalu ada Ines
dari BSD.
Kali ini saya memilih Oolong Bali. Karena teh ini tidak
begitu ribet cara seduhnya. Suhu asal
panas, tidak masalah. Saya memang sangat menyukai Oolong ini, karena memiliki aroma dan rasa
yang khas. Sangat cocok untuk dipairing dengan segala macam makanan. Mulai dari
Coklat, keju hingga kue-kue, baik itu asin maupun manis. Aroma khas teh ini adalah aroma buah yang
matang. Mengingatkan saya akan buah pllum yang masak. Sedangkan after tastenya
adalah honey sweet dengan sedikit tasting note light spicy dari cinnamon.
Untuk alat seduhnya saya memilih Shiboridashi. Alasannya
alat ini takarannya pas untuk personal. Praktis karena gaiwan maupun cup
bersatu menjadi satu. Sediikit kelemahan dari Shiboridasi saya saringannya agak
besar2 lubangnya, sehingga hanya cocok untuk full leave yang tidak banyak
remukan daunnya.
Karena oolong saya hanya tersisa sedikit, saya perlu menyaring
teh tersebut untuk membuang dust dan remukan daun yang kecil-kecil.
Untuk pairing, masih tersisa kue lebaran buatan istri. Kue
ini sangat special karena istri saya hanya membuatnya satu tahun sekali, yaitu
pas lebarang saja J
Ada tiga kue yang tersisa yaitu kastengel, kue kacang dan
lidah kucing. Kastangel sudah terbayang rasa asinnya akan dienchance oleh si
Oolong Bali. Sebenarnya yang paling juara adalah kue Dan ketika dipairing, hasilnya sudah pasti
juara. Karena kuenya enak, tehnya enak, jadinya double enak. Rasa manis dari
kue ini akan dienhance oleh si Oolong.
kacang.
Lidah kucing, ini sebenarnya side effect saja. Seperti
unexpected cookies, atau coincidence cookies. Betapa tidak, kue ini terpaksa
dibuat karena ada banyak sisa-2 putih telur dari hasil resep kue lainnya, dari
pada kebuang, begitu niatnya. Namanya juga sisa-sisa, berarti tidak disiapkan bahan yang bagus. Seperti
butter, misalnya, butter wijman sudah
habis duluan ketika bikin nastar dan kue lainnya. Dan ketika mau beli lagi,
stock di toko kue sudah pada habis, karena sudah mendekati lebaran. So jadinya
pakai butter yang murahan.
Pendek kata, lidah kucing bukanlah kue istimewa.
Akan tetapi dibalik kesederhaan kue tersebut, saya malah
memilihnya. Pasalnya ketika saya tasting, kue yang tadinya rasanya biasa-biasa
saja, ketika dipairing dengan Oolong Bali, justru rasa butternya makin menguat,
begitu juga dengan gurih telurnya.
Jadinya kombinasi yang mempesona. Si Oolong
kelas ningrat berhasil mengangkat martabat si Lidah kucing yang biasa-biasa
saja menjadi sebuah kombinasi yang mempesona.