Friday, 30 May 2008

Pertanyaan dari pendengar Delta FM

Sewaktu siaran bersama mbak Ida Arimurti beberapa waktu yang lalu, ada beberapa SMS dari pendengar Delta FM yang tentu saja tidak bisa dijawab semuanya karena keterbatasan waktu. Saya sudah janji ke mbak Ida untuk menjawab di Blog saya. Berikut beberapa pertanyaan tersebut:

Photo diambil dari Photo album Facebooknya mbak Ida Arimurti.











Anonym:
Kalo saya suka teh putih yg dr
bandung, di rumah ada satu tuh

Jawab:
Ini maksudnya teh beneran apa si Teteh yang putih? .. ;-)

Teh Putih produksi Indonesia saya dengar memang dihasilkan dari kebun teh di Bandung. Teh ini di produksi oleh PT. Sariwangi (Bukan merk teh celup ya, itu khan produksi eh packaging Unilever). Di pasarkan dengan merk Ashley. Pelanggannya adah Estee Lauder. Apakah bisa di beli di Bandung? Nitip atuh....


Bambang Cinere:
klo mau bikin es teh tawar yg enak gimana ya? Pakai teh apa?

Jawab:
Mas Bambang, es Teh dikembangkan dan di populerkan di Amerika, dan kebanyakan mereka peminum teh hitam. Apakah teh hijau tidak cocok? Ini masalah selera, tetapi teh hitam adalah teh yang lebih banyak improvisasinya. Dia bisa dicampur dengan apa saja.

Jadi menurut saya yang paling cocok tentunya teh hitam, dan pasti harus yang berkualitas ya. Anda bisa coba Walini BOP atau Walini Orthodox, bisa coba teh Tambi. Untuk sedikit variasi rasa, coba infus es teh anda dengan sepotong Serai yang ujungnya telah digeprek. Hmm.....


Santi, Depok : minum teh hijau lebih baik sebelum atau sesudah makan ?

Jawab:
Apapun jenis tehnya sebaiknya tidak diminum dalam keadaan perut kosong. Kandungan kafein yang ada di teh, dapat memberikan reaksi tidak nyaman di perut kalau diminum dalam kedaaan perut kosong. Tetapi juga tidak baik diminum sehabis makanan utama, karena sifatnya yang menghambat penyerapan zat besi.


Fitri Depok:
Mbak ida, sy bingung apa maksudnya seduh teh 5 mnt, apa lgs d mnm? Sy selalu nyeduh teh, trus stlh dngn br d minum, dr fitri d depok, tks

Jawab:
Dear Fitri, teh enaknya diminum dalam keadaan hangat, kecuali es teh tentunya. Maksudnya menyeduh maksimal
lima menit adalah ampasnya atau kantong celup teh harus diangkat dari cangkir. Lebih dari 5 menit, akan keluar zat tannin lebih banyak sehingga menyebabkan rasa teh lebih pahit. Apalagi khusus untuk teh celup, kandungan klorin dalam kantong teh akan keluar lebih banyak kalau diseduh terlalu lama.


Lisna: sy mau tnya mana yg lbh baik teh htam ato teh hijau ?apa teh baik utk pndrita maag?tks

Jawab:
Apa ukuran baik atau tidak baiknya? Kalau untuk manfaat kesehatan sebenarnya hampir sama hanya saja teh hijau kandungan katekinnya lebih banyak. Jadi bedanya Cuma misalnya dengan 4 cangkir teh hijau sudah cukup banyak mendapatkan manfaat katekin teh, kalau teh hitam mungkin butuh 8 cangkir misalnya.

Kandungan Kafein dalam teh, terkadang memang sedikit mengganggu lambung. Kalau memang sedang kambuh magnya usahakan minum teh lebih encer, atau mungkin teh putih yang kandungan kafeinnya lebih rendah.


A.Soebandrio 55 Jakarta: Setelah 5 menit diseduh, ampas yg sdh dipisahkan apakah boleh diseduh ulang?

Jawab:
Untuk teh hijau bisa diseduh hingga 3 kali (tergantung kualitas tehnya). Seduhan pertama 3 menit, kedua 4 menit, ketiga 5 menit. Kalau teh hitam, karena seduhan pertama memerlukan waktu 5 menit (supaya aroma keluar semua), seduhan kedua biasanya sudah kurang enak.


Meru: aku ingin tau d mana bs mncari teh putih.krn aku br mnemukan teh putih ini saat expo teh d bdg.trus terang aku ketagihan sm teh putih ini.

Jawab:
Di Tea Gallery Kelapa Gading mungkin bisa anda dapatkan. Tetapi kalau produksi
Indonesia mungkin tidak terlalu banyak, stoknya sering kosong.


Dody : apa betul air teh basi bisa jadi obat? Malah ada yg bilang bisa buat gedein alat vital lk2 kalo direndem teh basi tiap pg.

Jawab:

Khasiat utama dari teh adalah terletak pada kandungan poliphenol di dalamnya. Polyphenol ini memiliki banyak turunan, mulai dari Flavonol, Flavonid, Katekin, dsb. Sifat dari Katekin ini adalah sangat rentan dengan apa yang dinamakan udara. Makin lama bersinggungan dengan udara, dia akan terokidasi. Apalagi kalau teh sudah menjadi basi, selain tentunya sudah mengandung microba, saya ragu kalau kandungan katekin masih seperti sediakala.

Apakah mampu untuk membesarkan alat vital? Wah, kebanyakan orang malah mempercayai khasiat teh untuk menurunkan berat badan alias mengurangi lemak. Hati-hati, bukannya bertambah besar jangan-jangan malah jadi menyusut ... ;-)


IIN: Mlm delta, sya pndgr stia..Sklgs pnggmr teh trutma teh daun mlhn skrgpun smbl minum teh..Bhkn shri bs 2-3 gls..Kra2 ada efknya ga ya mas?

Jawab:
Minum teh idealnya 3-4 cangkir perhari untuk mendapatkan khasiat dari teh. Bagaimana kalau lebih dari itu?
Teh sifatnya individual. Masing-masing orang bisa memiliki efek yang berbeda. Secara normal, tubuh kita sendiri yang akan memberikan alarm kapan kita berhenti minum teh. Kalau perut terasa sudah mulai tidak nyaman (karena kandungan kafeinnya), sebaiknya stop dulu. Banyak-banyak minum air putih untuk menetralisir efek dari kafein itu sendiri. Tentu saja ini berlaku bagi orang normal, kecuali penderita ginjal, wanita hamil, anak-anak dan penderita anemia.


Chandra: 39th karawaci apa wadah untk menyeduh teh berpengaruh dgn rasa? Apa wadah yg paling baik? Thks

Jawab:
Wadah, alat atau tempat menyeduh teh tergantung dari jenis teh yang digunakan. Teh hitam karena memerlukan suhu yang panas, dapat menggunakan teko yang terbuat dari gelas, tanah liat atau logam. Teh Oolong paling bagus menggunakan teko dari tanah liat. Tetapi karena sifat tanah liat yang menyerap dari rasa, penggunaan teko tanah liat disarankan hanya untuk satu jenis teh saja. Itu sebabnya penggemar teh sejati, juga kolekter teko.

Teko tanah liat tidak boleh dicuci dengan sabun. Cukup di bilas dengan air panas.

Sedangkan untuk teh hijau, karena membutuhkan suhu yang tidak terlalu panas, sebaiknya digunakan teko terbuat dari keramik. Seperti kita ketahui, keramik adalah penghantar panas yang buruk. Dengan sifat seperti itu, teko ini paling baik untuk menyeduh teh hijau.


Ada pertanyaan lain? Silahkan ajukan lewat email

Sunday, 25 May 2008

Kuding Cha, teh apa sih?

Diskusi mengenai teh hijau di milist jalan sutra, berujung pada disinggungnya tentang Kuding Cha. Sebenarnya sudah lama pingin nulis tentang teh ini, dan tampaknya ini moment yang tepat untuk mewujudkan keinginan tersebut.

Pertama mengenal teh ini, adalah dari blognya mas Arie Parikesit, dimana dalam album photo tersebut tampak gambar sebuah lintingan daun panjang. Karena pada waktu itu saya masih cukup awam tentang teh, apalagi teh china, pertanyaan comment saya di blog tersebut Cuma sebuah pertanyaan, “Ini teh bener atau bukan mas?”

Kalau beberapa tulisan sebelum saya pernah menuliskan jenis teh berdasarkan proses produksinya, perlu saya jelaskan lagi, bahwa teh juga bisa digolongkan berdasarkan bahan bakunya. Teh yang biasa kita kenal adalah berasal dari Camelia Sinensis. Sedangkan teh yang bukan dari jenis pohon tersebut digolongkan sebagai Tisane atau Herbal tea.

Pada waktu saya mendapatkan kesempatan belajar Gong Fu cha di Siang Ming tea house bersama-sama mbakElisa, disana juga diperlihatakan Kuding Tea, hanya sayangnya tidak sempat dicicipi. Dan atas dasar rasa penasaran, akhirnya saya beli Ku Ding tea dari Tea Galery.

Pada waktu kopdar milist pecinta teh di Gunung Mas, saya juga sempat bawakan Kuding Cha untuk di cicip bersama-sama. Menurut pak Dudhie, dari Gunung Mas, berdasarkan bentuk daunya, mestinya masih satu family dengan Camelia Sinensis.

Apakah benar seperti itu? Berikut beberapa informasi hasil perburuan saya di kebunnya paman Google.

Kuding Cha, dikenal sebagai Chinese Tisane, artinya dia bukan dari pohon Camelia Sinensis. Ku dalam bahasa china artinya pahit. Ding, adalah sebuah character huruf china yang berbentuk menyerupai paku. Dalam bahasa Inggris, Kuding cha disebut sebagai bitter spike atau paku pahit.

Agak sedikit membingungkan mengenai daun dari jenis pohon apa yang dipakai ini. Ada dua jenis pohon yang memiliki karakter yang sama, bentuk daun yang sama, tetapi sebenarnya merupakan 2 species yang berbeda. Yang pertama adalah dari pohon Holly (species Ilex), yang kedua adalah pohon Wax (species Ligustrum). Sekitar 90% Kuding Cha di China menggunakan daun dari Ilex, kecuali di provinsi Sichuan dan sebagian di Jepang digunakan daun Wax.

Jenis pohon ilex banyak tumbuh di Provinsi Guangxi, di China bagian barat Daya. Seperti halnya pohon teh Camelia Sinensis, pohon ini kalau dibiarkan akan tumbuh tinggi hingga mencapai puluhan meter. Di daerah ini pernah ditemukan sebuah pohon Ilex yang memiliki ketinggian sekitar 30 meter.

Photo disamping yang saya ambil dari website Imtonline Article "KU DING CHA" menunjukkan betapa tingginya pohon tersebut (http://www.imtonline.org/arts/kudingcha.htm)

Kudingcha banyak digunakan sebagai minuman obat kepala dan mata. Teh ini dipercaya dapat mengatasi penyakit seperti masuk angin, flu, Rhinitis, gatal mata dan sakit kepala.

Dalam penelitian modern, teh ini dapat membantu peredaran darah, menurunkan tekanan darah, dan menurunkan kadar kholesterol. Teh ini juga dipercaya dapat memperbaiki fungsi hati dan otak. Teh ini juga dipercaya dapat memelihara berat badan untuk selalu dalam kondisi ideal.

Teh ini kebanyakan berbentuk seperti paku runcing, tetapi ada juga yang berbentuk gulungan. Untuk sekitar 500 ml air, cukup satu linting teh yang digunakan, karena rasanya sangat pahit. Gunakan air mendidih 100 derajat, seperti halnya untuk menyeduh teh hitam. Air seduhan secara perlahan akan berubah warna menjaid kehijauan, mirip-mirip hijau lumut, tetapi masih bening. Daun teh yang awalnya Cuma satu linting, perlahan-lahan akan mekar menjadi tiga pucuk daun. Pada saat daun sudah mekar seperti ini, angkat dan pisahkan daun dari air.

Rasa teh ini terasa pahit dari ujung hingga pangkal lidah, tetapi memiliki after taste semburat manis. Bagi yang tidak terbiasa minum teh pahit, mungkin akan kurang menyukai teh ini.

Sunday, 18 May 2008

GULLALIO TEAPUCINO


Minuman ini sebenarnya terinpirasi dari salah satu menu minuman di Starbuck Cafe. Saya tidak ingat namanya, tetap isinya kurang lebih Decafeine Coffee, Foam Susu dan Karamel. Pada waktu itu saya langsung terpikir, mestinya teh juga bisa dibuat seperti ini.

Kebetulan, beberapa waktu yang lalu, dimilist jalan sutra sedang ramai diskusi mengenai teh tarik. Isinya kurang lebih bagaimana membuat teh tarik yang mantap, dan bagaimana mendapatkan foam susu yang banyak.

Entah bagaimana penjelasan kimiawinya, yang jelas komponen susu memang mudah menjadi busa ketika terjadi gerakan. Ketika dituang ke wadah lain, langsung terbentuk busa susu. Makin sering dipindah tuang, dengan tehnik tarikan yang yahut, tentunya akan menghasilkan busa susu yang makin banyak. Beberapa orang mempercayai bahwa ketika proses tarik menarik dan susu bersinggungan dengan udara, akan membuat rasa teh tarik lebih enak. Benarkah? Walauhuallam.

Menurut pengalamanan saya, yang membuat terasa beda ya busa susunya tadi. Ini saya rasakan ketika teh hanya sekedar dicampur susu dan di aduk saja, hampir tidak menghasilkan busa akan terasa bedanya dengan susu yang busanya lebih banyak. Efek di lidah terasa berbeda, karena ketika busa susu diseruput, terasa lembut, baru setelah itu terasa tarikan teh susunya. Sedangkan kalau Cuma sekedar di aduk, yang langsung terasa adalah teh susunya.

Bagaimana caranya menghasilkan busa susu yang banyak?

Kalau di cafe-cafe sudah barang tentu ada alat tersendiri untuk membuat busa susu. Sewaktu bekerja di salah satu restoran Itali, saya pernah melihat coffe maker, dimana ada alat pembuat foam susu. Ada semacam pipa kecil yang menghasilkan uap panas. Caranya adalah dengan menyemprotkan uap panas tekanan tinggi ke cangkir susu. Karena tekanan tinggi ini, menurut saya terjadi gerakan susu yang lebih cepat, sehingga busa susu yang dihasilkan lebih banyak.

Dengan analogi yang sama, semestinya busa susu bisa didapatkan dengan hasil mengocok susu, baik dengan shaker, mixer atau blender. Kali ini saya gunakan alternatif terakhir untuk mendapatkan busa susu. Kebetulan pagi itu, saya cuma berduaan saja dengan keponakan saya, Sandi yang berusia 9 tahun. Cocok rasanya membuat minuman baru untuk kami nikmati berdua.

Teh yang saya gunakan, adalah teh hitam Tambi. Karena kebetulan Stock BOP sudah habis, saya gunakan stock yang tersisa yaitu Pekoe Souchong. Grade ini aromanya lebih light dibanding grade BOP. Saya seduh teh hitam dengan waktu 5 menit, setelah itu baru saya campurkan susu kental, baru diaduk biasa. Takaran susu, tentunya disesuaikan selera. Kalau suka manis, susunya bisa ditambahkan lebih banyak, tetapi resikonya aroma tehnya mungkin tidak terlalu menonjol karena kalah sama manisnya susu.

Setelah mendapatkan rasa manis yang diinginkan, baru teh susu dimasukkan ke dalam Blender, kocok beberapa saat sampai didapat busa susu yang diinginkan.

Setelah selesai baru tuang teh ke dalam cangkir perlahan-lahan, agar busa susunya tertinggal, sehingga menjadi paling akhir dituang. Hopla! Selesai sudah teapucinonya. Busa susunya cukup banyak, jauh lebih banyak kalau dibandingkan dengan cara ditarik-tarik. Nah, untuk pemanis tinggal buat karamelnya.

Terus terang saya belum berpengalaman membuat karamel. Pertama kali, karamelnya gosong, karena apinya terlalu besar. Untuk kali ini saya lebih berhati-hati. Saya tuangkan dua sendok teh gula ke dalam penggorengan teflon, gunakan api kecil, dan jaga jarak antara penggorengan dan api. Perlahan-lahan gula mulai mencair, dan disaat gula sudah mencair 100 persen, saya tuangkan perlahan diatas busa susu dan dibentuk melingkar supaya lebih cantik penampilannya. Hup!, penampilan sudah cukup cantik. Langsung saya sodorkan ke ponakan saya untuk mencobanya.

“Kok pakai Gulali om?”, itu reaksi pertama ponakan saya ketika menerima cangkir teh dari saya.

Gulali? Saya coba seruput cangkir saya, dan karamel cair tadi sekarang sudah mengeras menjadi gulali. Ya, benar kata ponakan saya, ini memang gulali. Sebuah kecelakaan yang menyenangkan, karena ketika dikunyah, rasanya garing manis, aroma karamel. Jadi gulali ini dapat sebagai pengganti granulo atau choko cip yang biasa ditaburkan di atas Capucino. Itu sebabnya teh ini saya beri nama Gullalio Teapucino alias Teh ala Capucino plus gulali. Pagi yang cukup menyenangkan.

Sore harinya, kami masih berduaan saja. Istri saya dan mamanya Sandi masih sibuk ngider di SKI, Tajur.
“Om Bambang, bikin teh kayak tadi pagi lagi yuk!” Ih..... Doyan!

Sunday, 11 May 2008

Gyokuro: Lembut dan menawan

Sewaktu siaran bersama Ida Arimurti di Delta FM hari Rabu, tgl 6 Mei lalu, saya juga berkesempatan ngobrol secara on air dengan mbak Ratna Soemantri, salah seorang penggemar teh, yang kebetulan juga mentor saya. Banyak sekali ilmu teh yang saya serap dari beliau.

Seperti biasa, suara mbak Ratna yang renyah dan luwes langsung terdengar di udara:
“Selamat malam mbak Ratna”, sapa kami bersama-sama.
“Selamat malam juga. Disana sedang hujan gak? Disini hujan lho, dan hujan gini enaknya ngeteh,” wah sebuah pancingan yang menggoda.
“Sedang ngeteh apa mbak Ratna?”, tanya saya.
“Saya sedang menyeduh teh Gyokuro,”
“Apa itu Gyokuro,” Ida Arimurti langsung memalingkan kepalanya kepada saya.
“Mbak Ratna bisa menjelaskan kepada pendengar semua”, jawab saya.

Sebenarnya penjelasannya mbak Ratna tidak off record, tetapi dari pada terjadi pengulangan, saya akan tuliskan belakangan. Obrolan tersebut diakhiri dengan perkataan mbak Ratna:
“Nanti saya akan kirim ke Gyokuronya ke mbak Ida dan pak Bambang”.


Selesai siaran HP saya langsung berbunyi, dan terbaca SMS dari mbak Ratna berbunyi demikian:
”Tolong kasih alamat Delta FM dan juga alamat pak Bambang Saya akan kirim Gyokuronya”.


Wah tentu ini sebuah surprise bagi saya, karena terus terang saya juga belum pernah mencoba Gyokuro. Harganya yang sangat mahal, tentu membuat saya masih selalu punya alasan untuk menunda membelinya. Bayangkan saja, dengan harga teh mencapai 10 juta per kg, siapa tidak keder dibuatnya. Dan kali ini ada orang begitu baik itu memberi saya kesempatan untuk mencobanya.

Teh hijau Jepang memang unik. Dari bibit yang, beda proses penanaman, beda waktu petik akan mendapatkan grade dan nama yang berbeda. Pola penanaman tanpa diberi penaungan, dan dipetik pada musim semi akan menghasilkan Sencha. Sedangkan pemetikan musim panas dan musim gugur akan menghasilkan Bancha. Kemudian roasting rice dicampur dengan Bancha akan menghasilkan Genmaicha (Kalau Genmaicha kualitas bagus, digunakan Sencha). Kalau yang digunakan tangkai daun teh dinamakan Kukicha.

Matcha, menurut salah satu sumber dari Internet dikatakan terbuat dari Gyokuro yang dibuat bubuk. Tetapi, menurut mbak Ratna, Matcha dibuat dari Tencha, hampir mirip dengan proses penananaman Gyokuro, tetapi digunakan daun yang lebih besar. Matcha adalah jenis teh yang selalu dipergunakan dalam Chanoyu, yaitu upacara minum teh bangsa Jepang.

Gyokuro adalah best of the best teh hijau Jepang. Proses cultivasi yang rumit membuat teh ini harganya sangat mahal. Teh ini diproduksi dengan pola tanaman diberi penaungan hampir 100% gelap selama tiga minggu sebelum masa petik. Diatas kebun, diberi penutup, sehingga daun teh terlindung dari sinar matahari. Dengan pola ini, kadar chlorophyl akan meningkat, tetapi kadar tannin menurun tajam. Itu sebabnya warna daun teh Gyokuro akan berwarna hijau zamrud, dan tampak sedikit berkilauan. Sekalipun aroma cukup kuat namun rasanya cukup lembut.


(Photo diambil dari http://www.maiko.ne.jp/english/images/gyokuro-en.jpg)

Bisa dibayangkan betapa senang dan surprisenya saya mendapatkan teh kualitas premimum seperti ini. Surprise kedua, teh saya terima lebih cepat dari saya duga.

Surprise ketiga, selain Gyokuro saya juga mendapatkan beberapa sample teh lainnya, seperti Sencha hasil panenan ke 88 musim semi. Satu bungkus sample Yinzhen Organic (White Tea), dari Zhejiang, dan satu bungkus Genmaicha, yang terbuat dari Sencha, Kukicha dan Roasting rice.

Untuk mendapatkan perbandingan, saya coba seduh Gyokuro dan Sencha berbarengan. Dari penampilan fisik daun teh kering, Gyokuro sudah tampak sangat menawan. Warna Hijau zamrud berkilauan dengan aroma wangi lembut. Sedangkan Sencha warnanya lebih muda dan pucat.

Menurut saran dari mbak Ratna, Gyokuro cukup diseduh 2 menit dengan suhu air 70ยบ. Sencha saya seduh sekitar 3 menit. Sebenarnya cara seduh yang benar Gyokuro melalui beberapa step yang tidak sederhana, tetapi karena tidak sabar saya sederhanakan dengan cara seduh ala china.

Warna seduhan dari Gyokuro berwarna hijau bening, sedangkan Sencha jauh lebih pekat. Aromanya wangi dan ketika diminum, terasa smooth, sangat lembut di tenggorokan. Rasanya tenggorakan saya dibelai oleh sutra halus. Lembut sekali, tetapi aormanya Sehalus kulit lembut Zang Zhiyi ketika memerankan Sayuri dalam the memoar of Geisha. Afternya sangat manis sekali. Tidak sedikitpun terasa jejak pahit seperti biasanya terjadi pada teh-teh hijau Jepang. It’s very delicate. Pikiran terasa melayang, seakan sedang mendengarkan Sayuri memainkan Shamisennya.





Sedangkan untuk Sencha aroma dan rasa jauh lebih garang, dan meninggalkan jejak rasa pahit. After manis masih terasa, tetapi kalah jauh kalau dibandingkan dengan Gyokuro. Minum Sencha seolah sedang merindukan cinta Hatsumomo, salah satu saingan Sayuri dalam Memoar od Geisha. Menawan namun terasa lebih garang. Menawan namun mudah untuk dilupakan. Berbeda dengan Gyokuro, dimana kenangan bersamanya akan terpatri secara abadi. Ingin rasanya tetap bersama-sama menikmati kebersamaan dengan Gyokuro, tetapi ... Luaarange iku lho rek!