Sunday 25 May 2008

Kuding Cha, teh apa sih?

Diskusi mengenai teh hijau di milist jalan sutra, berujung pada disinggungnya tentang Kuding Cha. Sebenarnya sudah lama pingin nulis tentang teh ini, dan tampaknya ini moment yang tepat untuk mewujudkan keinginan tersebut.

Pertama mengenal teh ini, adalah dari blognya mas Arie Parikesit, dimana dalam album photo tersebut tampak gambar sebuah lintingan daun panjang. Karena pada waktu itu saya masih cukup awam tentang teh, apalagi teh china, pertanyaan comment saya di blog tersebut Cuma sebuah pertanyaan, “Ini teh bener atau bukan mas?”

Kalau beberapa tulisan sebelum saya pernah menuliskan jenis teh berdasarkan proses produksinya, perlu saya jelaskan lagi, bahwa teh juga bisa digolongkan berdasarkan bahan bakunya. Teh yang biasa kita kenal adalah berasal dari Camelia Sinensis. Sedangkan teh yang bukan dari jenis pohon tersebut digolongkan sebagai Tisane atau Herbal tea.

Pada waktu saya mendapatkan kesempatan belajar Gong Fu cha di Siang Ming tea house bersama-sama mbakElisa, disana juga diperlihatakan Kuding Tea, hanya sayangnya tidak sempat dicicipi. Dan atas dasar rasa penasaran, akhirnya saya beli Ku Ding tea dari Tea Galery.

Pada waktu kopdar milist pecinta teh di Gunung Mas, saya juga sempat bawakan Kuding Cha untuk di cicip bersama-sama. Menurut pak Dudhie, dari Gunung Mas, berdasarkan bentuk daunya, mestinya masih satu family dengan Camelia Sinensis.

Apakah benar seperti itu? Berikut beberapa informasi hasil perburuan saya di kebunnya paman Google.

Kuding Cha, dikenal sebagai Chinese Tisane, artinya dia bukan dari pohon Camelia Sinensis. Ku dalam bahasa china artinya pahit. Ding, adalah sebuah character huruf china yang berbentuk menyerupai paku. Dalam bahasa Inggris, Kuding cha disebut sebagai bitter spike atau paku pahit.

Agak sedikit membingungkan mengenai daun dari jenis pohon apa yang dipakai ini. Ada dua jenis pohon yang memiliki karakter yang sama, bentuk daun yang sama, tetapi sebenarnya merupakan 2 species yang berbeda. Yang pertama adalah dari pohon Holly (species Ilex), yang kedua adalah pohon Wax (species Ligustrum). Sekitar 90% Kuding Cha di China menggunakan daun dari Ilex, kecuali di provinsi Sichuan dan sebagian di Jepang digunakan daun Wax.

Jenis pohon ilex banyak tumbuh di Provinsi Guangxi, di China bagian barat Daya. Seperti halnya pohon teh Camelia Sinensis, pohon ini kalau dibiarkan akan tumbuh tinggi hingga mencapai puluhan meter. Di daerah ini pernah ditemukan sebuah pohon Ilex yang memiliki ketinggian sekitar 30 meter.

Photo disamping yang saya ambil dari website Imtonline Article "KU DING CHA" menunjukkan betapa tingginya pohon tersebut (http://www.imtonline.org/arts/kudingcha.htm)

Kudingcha banyak digunakan sebagai minuman obat kepala dan mata. Teh ini dipercaya dapat mengatasi penyakit seperti masuk angin, flu, Rhinitis, gatal mata dan sakit kepala.

Dalam penelitian modern, teh ini dapat membantu peredaran darah, menurunkan tekanan darah, dan menurunkan kadar kholesterol. Teh ini juga dipercaya dapat memperbaiki fungsi hati dan otak. Teh ini juga dipercaya dapat memelihara berat badan untuk selalu dalam kondisi ideal.

Teh ini kebanyakan berbentuk seperti paku runcing, tetapi ada juga yang berbentuk gulungan. Untuk sekitar 500 ml air, cukup satu linting teh yang digunakan, karena rasanya sangat pahit. Gunakan air mendidih 100 derajat, seperti halnya untuk menyeduh teh hitam. Air seduhan secara perlahan akan berubah warna menjaid kehijauan, mirip-mirip hijau lumut, tetapi masih bening. Daun teh yang awalnya Cuma satu linting, perlahan-lahan akan mekar menjadi tiga pucuk daun. Pada saat daun sudah mekar seperti ini, angkat dan pisahkan daun dari air.

Rasa teh ini terasa pahit dari ujung hingga pangkal lidah, tetapi memiliki after taste semburat manis. Bagi yang tidak terbiasa minum teh pahit, mungkin akan kurang menyukai teh ini.

No comments: