Friday, 23 November 2012
THE MAGIC OF SOUND
Thursday, 15 November 2012
WHERE IS THE LEAF
”Very little”
Teh Indonesia buatan Banerjee |
Pak Rachmad Gunadi, presdir PT. Pagilaran |
Tuesday, 13 November 2012
PECINTA TEH, LINTAS DAERAH, NEGARA DAN BENUA
Cerita lain mengenai tea festival di Solo silahkan baca di http://www.rumahmemez.com/2012/10/28/pecinta-teh-goes-to-solo-bagian-1/
Monday, 12 March 2012
Buku teh yang menginspirasi
Saya dan komunitas pecinta teh berencana membuat kompilasi kisah-kisah menarik pengalaman kita dengan teh yang munngkin akan bermanfaat dan menarik jika di share. Pengalaman boleh pengalaman sendiri atau orang lain, dan boleh ditambahkan sedikit fiksi sebagai bumbu sehingga menjadi sebuah cerita yang menarik.
Kami mengundang semua pihak untuk menyumbangkan cerita. Jangan ragu, kalau merasa tidak dapat menulis. Nanti kami akan bekerja sama dengan tim editor yang akan mengolah cerita anda. Bisa saja anda hanya mengirimkan ide cerita, berdasarkan pengalaman anda, nanti tim kami yang akan mengolahnya.
Berikut adalah salah satu contoh cerita yang saya olah kembali berdasarkan kisah nyata dari tulisan My Special Guest. Hayo buruan, dead line penerimaan naskah terakhir bulan Mei.
PESTA TEH PERTAMAKU
Bangunan itu mengingatkan Saya kepada rumah nenek. Semuanya sama, dinding bambu,
atap ilalang, bedanya kalau rumah
nenek seperti panggung, sedangkan bangunan ini menempel di tanah. Saya tidak
tahu persis, apa yg ada di dalam saung tersebut. Letaknya di bawah pohon besar
yang rindang, dan taman yg asri, dugaan saya saung tersebut adalah sebuah kedai.
Hal ini diperkuat bukti dengan tampaknya beberapa orang sedang duduk2 disekitar
saung tersebut. Beberapa malahan masih pakai seragam putih hijau dan putih biru.
Tidak ada yg berseragam putih merah seperti Saya.
Saya selalu melewati saung tersebut ketika berangkat dan pulang sekolah. Dari
kejauhan saung tersebut tampak anggun, seakan mengundang orang untuk datang.
Sebenarnya jarak rumah dan sekolahan lumayan jauh. Tapi berhubung emak hanya
memberi uang saku yang pas-pasan, membuat Saya harus memilih, jajan atau jalan
kaki. kalau naik angkot Saya tidak bisa jajan.
"kalau pulang sekolah jangan mampir2 ya. pokoknya langsung pulang ke rumah",
kata2 sakti emak inilah yang membuat Saya enggan memastikan, bangunan apakah
gerangan itu.
Tapi bagaimanapun Saya tidak bisa memungkiri, bahwa saung itu begitu menggoda
rasa keingintahuan saya. Diam2 Saya mulai mencari informasi, dari tetangga yang
kebetulan kelas 1 SMA.
"Teh, tahu gak saung di Taman Kencana yang sering kita lewati ketika kita ke
sekolah?" Kebetulan SMA tempat sekolah teh Chacha, berdekatan dengam SD tempat
sekolah Saya.
"Tahu dong, Teteh khan sering minum disitu. Itu kedai teh. Enak deh, beda dengan
teh2 yang lainnya"
Emak memang hampir tidak pernah menyediakan teh. Seingat Saya, emak akan
membuatkan segelas teh, kalau Saya sedang sakit.
Saya jajan es teh manis hanya ketika habis berolah raga. Uang saku sebesar Rp.
2000 cukup untuk membeli 1 cup es teh manis yang dijual di gerobak pinggir
jalan sekolah.
Hari ini, Saya membawa bekal air minum dari rumah. Saya bertekad, sepulang
sekolah mau mampir ke kedai tersebut, untuk mencoba teh yang dikatakan teh
Chacha enak banget.
pelajaran terakhir, pelajaran bahasa Indonesia yang biasanya saya suka terasa
sangat membosankan. Rasa penasaran yang amat sangat membuat saya kehilangan
konsentrasi. Bel tanda usai sekolah adalah satu hal yang paling saya nantikan.
Siang itu, kedai tampak kelihatan sepi. Suatu kebetulan yang saya harapkan,
karena saya agak segan bersua dengan seragam putih hijau.
Di kedai, sengaja saya menuju pintu belakang. Saya tidak hendak melihat menu,
karena pastinya saya hanya ingin membeli teh yang paling murah. Saya diterima
oleh wanita, yang kira2 3 tahun diatas teh Chaha.
"mbak, teh yang paling murah berapa", dengam setengah berb isik saya bertanya
kepada wanita tersebut. Agak malu memang.
"lima ribu dik", jawab wanita tersebut dengan ramah.
Aduh betapa malunya saya. Berbekal uang dua ribu berani-beraninya jajan di
kedai. Dengan muka tertunduk malu, saya berjalan meninggalkan kedai sambil
berkata:
"Maaf mbak, gak jadi uangnya gak cukup"
Perlahan saya berjalan meninggalkan kedai sambil menahan rasa malu. Beberapa
langkah dari kedai, terdengar suara yang agak berat, memanggilku?
"Sini Dik"
Langkahku tertahan diantara dua pilihan, lari atau balik ke belakang; Saya tidak
akan mampu menjawab kalau ditanya lagi mau beli apa.
"Sini sebentar", suara itu terdengar lagi.
Saya beranikan diri membalikkan bada dan tampak laki-laki Dewasa seumuran bapak
saya, sekitar 40-an sedang melambaikan tangannya dengan senyum mengembang.
"Saya gak jadi beli om", jawabku membela diri.
"Gak papa, kesini saja cobain teh saya"
"Saya mau cepat-cepatpulang om, emak saya sudah menunggu", jawab saya beralasan.
"Ini saya tuang di cup plastik ya, nanti adik bisa bawa pulang". Tatwaran yang
menggoyahkan hati saya.
"Tapi uangnya kurang om"
"Gak usah bayar. Ini hadiah buat kamu"
Perasaan malu saya sedikit terurai. Saya mendekat ke saung tersebut. Tampak
berjajar kaleng-kaleng dng tulisan nama-nama yang terasa asing bagi saya; Ada
Fruit Paradise, After Dark, White tea, Mint Green tea, dsb. Mungkin ini
jenis-jenis teh yang dijual disini.
Di sisi kanan tampak beberapa teko untuk menyeduh teh. Bentuknya dan ukurannya
macam2. Ada yang dari kaca, tanah liat dan keramik. kayaknya memang asyik banget
minum teh disini;
"Ini namanya lychee tea.Silahkan dibawa", kata Om penjual teh tersebut.
"Makasih ya Om", saya terima teh tersebut dengan gembira. Sambil berjalan pulang
tak sabar saya seruput teh dalam cup tersebut. Terasa buah lechy yang manis dan
agak sedikit sepat. Enak banget. Belum pernah saya minum-minuman seperti ini.
Kalau di kantin ada juga minuman rasa buah dengan harga seribuan, tapi rasanya
tajam banget. Kata pak Guru itu namanya rasa buatan atau apa gitu, saya gak
terlalu paham. Di dalam cup tampak dua buah berwarna putih, sebesar buah
rambutan yg sudah dikupas. Singkat cerita, ini teh terenak yang pernah saya
minum. Temtu saja pengalaman saya ini saya ceritakan kepada teman2 sekolah saya,
Lia, Murti, dan Susi.
"Ayuk-ayuk," seru Susi bersemangat sekali mendengar cerita saya.
"Ayuk kemana? Emang mau traktir kita?"
"Kita patungan saja", sela saya menengahi;
"Iya, ide bagus tu kita patungan"
"Gimana kalau lusa hari Sabtu, sepulang sekolah kita mampir
Akhirnya kami sepakat, hari Sabtu sepulang sekolah saya mampir. Tetapi siang
itu, kami hanya merasakaan kekecewwan, ketika pintu kedai tampak tertutup, dan
tampak 1 lembar karton dengan tulisan besar :
MOHON MAAF, KAMI HARI INI TUTUP, KARENA SEDANG MENGIKUTI BAZAR DI JAKARTA. BESOK
KAMI BUKA SEPERTI BIASA.
"Yah!", kayak janjian saja, kata2 tersebut meluncur berbarengan dari mulut kami.
"Besok pagi2 kita coba kesini lagi", kata saya dengan nada menghibur.
Keesokan harinya, pagi2 sekali kami sudah duduk di saung yang belum dibuka
pemiliknya. Tentu saja, kami sedikit khawatir, kalau2 kedai ini masih blm buka.
Untung kekhawatiran kami tidak berlangsng lama. Bunyi derit pintu bambu
menandakan bahwa kedai ini mulai buka.
"Silahkan dik", Om yang ngasih saya teh yang menerima kami, sambil memberikan
menu. Tentu saja kami tidak terlalu lama ambil keputusan, karena kami memang mau
minum teh yang paling murah yang disajikan dalam teko.
"Kami mau BOP kulit lemon Om", saya dengan penuh gaya order untuk teman2.
"panas atau dingin dik?"
"Dingin Om"
Kami merasa bangga juga, merasa seperti teteh Chacha, nongkrong di kedai. Dengan
terampil si Om, mengupas kulit lemon dengan pisau khusus.
Hmm...aroma lemon langsung menyeruak, ketika lemon mulai dikulitin. Kemudian
kulit lemon yang panjang melingkar dimasukkan ke dalam teko yang sudah diberi
gula, dituang air panas setengah teko, lalu daun teh kering dimasukkan ke dalam
saringan berbentuk silinder, baru di masukkan ke dalam teko.
Setelah di diamkan beberapa saat, saringan diangkat, baru dimasukkan batu es.
"Silahkan", kata si Om, selalu dengan senyum mengembang.
Walaupun masih pagi, tetapi karena sudah beberapa hari tidak hujan, udara Bogor
terasa panas. Teh dingin tersebut benar2 menyejukkan. Aroma lemonnya benar2
terasa, tetapi tidak ada rasa asam sama sekali. Wangi dan rasa teh malahan masih
sangat kentara;
"Ini teman minum tehnya, gratis", kata si Om sambil meletakkan sepiring singkong
rebus. Diatas singkong tampak siraman berwarna putih yang tenyata santan, dengan
taburan kacang wijen. Rasanya manis gurih dan krunchy. Belum pernah saya makan
singkong rebus seperti ini.
Enak banget.
Dalam sekejap, singkong di piring tandas, begitu juga teh di teko.
"Mau teh lagi gak?", kata Susi
"Emang masih punya uang"
"Ada deh"
Teko berikutnya kosong dengan segera. Kami benar-benar seperti terpuaskan dari
dahaga. Wah, hari itu benar-benar menjadi pesta teh pertamaku.
Cerita ini didasarkan dari kisah nyata yang diadaptasi dari kisah My special
guest
http://kedai-teh-laresolo.blogspot.com/2010/07/my-special-guest.html