Mungkin ada yang pernah
membaca buku filosofi kopi karangan Dee. Selepas terbitnya buku tersebut,
banyak yang bertanya kepada saya, apakah ada filosofi teh?
Sangat kebetulan, seusai
mendapat pertanyaan tersebut, saya diundang siaran di sebuah radio Swasta di
Solo, dengan tema teh dan filosofi. Berikut
adalah materi dalam siaran tersebut.
Sebagian orang mungkin hanya mengenal sebagai minuman saja. Maka banyak yang merasa
heran ketika mendengar istilah filosofi teh. Bagaimana bisa sebuah minuman kok mengandung
nilai-nilai filsafat yang biasanya dilakukan oleh para filsuf?
Sebelum membahas lebih lanjut ada baiknya
kita ekplorasi terlebih dahulu apa makna dari filosofi sendiri
Filsafat
merupakakan sebuah studi tentang fenomena kehidupan dan
pemikian manusia yang dijabarkan dalam sebuah konsep dasar. Tidak seperti ilmu pengetahuan lain yang
melewati percobaan atau ekperimen, filsafat lebih kepada pengutaraan masalah
dan pencarian solusi yang disertai alasan dan argumentasi yang kuat. Artinya filsafat
harus didasarkan kepada nalar atau logika.
Filsafat berasal dari kata Philia, yang
artinya persahabatan, cinta, kasih, dsb. Dan kata Sophia yang artinya
kebijaksanaan. Dalam arti yang sederhana filsafat bisa diartikan sebagai
pecinta kebijaksanaan.
Ada beberapa klasifikasi filsafat. Misal
digolongkan dalam origin. Jadi ada sebutan filsafat barat, timur tengah,
filsafat timur, filsafat islam, filsafat Kristen dsb.
Dalam tradisi barat filsafat dibagi menjadi
beberapa tema dan sub tema. Diantaranya:
1.
Metafisika. Dalam golongan ini
filsafat lebih banyak mengekplorasi pada pemikiran mengenai eksistensi dan
materi. Dari mana materi berasal, bagaimana hal tersebut dapat terjadi, semua
itu dijadikan pemikiran yang seringkali melewati perenungan dan pengamatan
terhadap alam. Dalam perkembangannya, golongan ini menjadi sub tema lain
seperti Kosmologi, misalnya. Yang membicarakan mengenai manusia dan alam
semesta.
2.
Epistemologi. Pengkajian dan
pemikiran tentang hakikat dan pengetahuan. Pembahasan meliputi batas, sumber
serta kebenaran sebuah pengetahuan.
3.
Aksiologi. Membahas mengenai
nilai dan norma yang berlaku pada kehidupan manusia. Golongan ini dibagi
menjadi 2 sub tema,yaitu etika dan estetika,
Etika membahas tentang
bagaimana manusia seharusnya bertindak. Beberapa bahasan menyangkut mengenai
kebaikan, kebenaran, tanggung jawab, nurani, dsb
Estetika membahasa
mengenai keindahan dan implikasinya pada kehidupan.
Kalau
dihubungkan dengan teh, tema apa yang dapat mewakili filosofi teh?
Secara
singkat dapat saya jawab, bahwa filosofi the lebih banyak berkaitan dengan
aksiologi, yaitu etika dan estetika.
Etika ini sifatnya bisa universal, dan juga
bisa kontenstual. Misalnya dalam upacara minum teh jepang dikenal tata cara duduk formal yang
disebut Seiza. Ini ada juga di muslim yaitu duduk diantara sujud yang
disunahkan dilakukan dng cara Iqaa. Yaitu menyilangkan kanan diatas kaki kiri,
dan pantat menduduki tumit.
Di Inggris, cara memegang cangkir yang sopan
adalah dengan 3 jari, sementara kelingking dibiarkan mencuat. Di china makan menggunakan sumpit, yang tentunya
dipegang dengan 3 jari. Cara memegang Cucing (cup kecil), dengan satu tangan
juga dilakukan dengan 3 jari. Dalam islam ada juga
sunnah nabi yang mengajarkan makan dengan 3 jari.
Sedangkan yang kontekstual terkadang malah
berbenturan dengan etika budaya lain daerah, Misalnya saja dalam upacara minum teh jepang, cara minum yang
sopan adalah dengan menyeruput keras sehingga berbunyi sebagai tanda
penhormatan kepada tuan rumah. Sedangkan secara umum, itu malah tidak sopan.
Lebih lanjut,
perkembangan teh dalam memberikan nilai-nilai filosofis, tidak lepas dari
perkembangan teh dari jaman ke jaman. Kita coba tengok sebentar sejarah
perkembangan teh. mengalamai perkembangan dari jaman ke
jaman. Dan dapat dikatakan sebuah evolusi karena perkembangan ini melewati
waktu ribuan tahun lamanya.
Pertama kali ditemukan oleh Shennong
kira-kira hamper 3000 tahun sebellum masehi sebagai tanaman liar yang digunakan
untuk pengobatan. Baru pada tahun 50-an Masehi (berarti 3000 tahun kemudian),
pohon the dibudidayakan dan mulai diminum oleh para bangsawan.
Kira-kira 600 tahun kemudian, yaitu pada
dinasti Tang, the mulai popular dan menjadi minuman nasional. Pada dinasti
inilah muncul sastrawan yagn bernama Luyu yang pertama kalinya menuliskan buku
tentang the secara lengkap. Buku tersebut memuat asal-usul the, peralatan the,
cara memetik dan memasak the, upcara minum the, tempat produksi the, dsb.
Masa kecil Luyu dibesarkan dalam lingkungan
religiustias bersama pendeta agama Zen Budha. Ini yang memberi pengaruh besar
terhadap Tulisan
Luyu. Dalam, tata cara menyiapkan the Luyu menempatkan tata cara tsb setara
dengan upacara keagamaan. Semua peralatan hrus disesuaikan dengan situasi,
benda yang ada dalam ruang the hrs memilik arati dan nilai kebaikan bagi setiap
pribadi yang hadir.
Tulisan Luyu ini yang kelak malah lebih banyak dibaca oleh orang Jepang dan kembangkan sebuah budaya minum teh yang
memiliki nilai filosofis tersendiri.
Pada sekitar tahun 1191 Masehi, Eisai
seorang pendeta Zen Budha yang belajar agama di China pulang membawa serta
tradisi minum the terutama tehnikan pembautan powder tea. Ajaran tersebut
berkembangan menjadi sebuah ceremony yang memiliki nilai-nilai filosofy tinggi
yang disebut sebagai Chado yang artinya jalan hidup teh.
Adalah Seno Rikyu yang mengajarkan empat
pilar dasar philosophy dalam Chado, yaitu WA KEI SEI dan JAKU. Wa yang bermakna
keselarasan, rasa hormat, ketulusan dan ketenangan.
Chado adalah sebuah disiplin yang
disimbolkan dalam ritual dan gerakan tertentu yang lengkap yagn memerlukan
waktu kkurang lebih 15 menit untuk menyajikan semangkok teh. Ada beberapa macam ritual yang memiliki tata
cara, peralatan dan pakaian yang berbeda yang diseusaikan dengan musim atau
tujuan ritual tersebut.
Adakah contoh nyata aplikasi filosofi teh dalam kehidupan sehari-hari.
Makna dan aplikasi dari filosofy bagi
masing-masing orang bisa saja berbeda, tergantung dari pengalaman hidup
masing-masing. Misalnya saja dalam memaknai Wa, atau keselarasan bisa memiliki
beragam makna.
Ada yang memaknai sebagai keselarsan antara
manusia dan alam, manusia dan Tuhan, dsb
Saya pribadi memaknai Wa sebagai dasar pokok yang sangat mempengaruhi aspek
kehidupan. Seperti Yin dan Yang di China, kesemuanya harus selaras. Adanya
ketidak selarasan membuat hidup akan timpang.
Khusus untuk manfaat, saya lebih memaknai sebagai alert atau pengingat untuk
selalu melakukan kebajikan. Menjauhkan diri dari hal-hal yg sebenarnya
mencederai atau berlawanan dengan kebaikan the. Contoh yang nyata, the dan
rokok adalah sebuah ketidak selarasan dan kesia-siaan. Betapa tidak, the
dikenal lmemberikan manfaat buat kesehatan, tentu akan menjadi sia-sia jika
disandingkan dengan rokok yang jelas tertulis dikemasannya merugikan kesehatan,
Apakah budaya minum teh
di Indonesia juga ada yang memiliki nilai-nilai filosofis?
Di Indonesia sendiri secara kontekstual
berkembang nilai-nilai filosofy
dalam the. Contohnya the poci dari tegal. Penggunaan gula batu sebagai pemanis
disertai syarat tidak boleh diaduk. Cukup dengan menggoyangkan cangkirnya saja.
The pada awal yang berasa pahit, diujung berasa manisnya. Makna dari filofohpy
ini untuk mendapatkan manisnya hidup tidak dapat diguankan cara instant.
Menggoyang cangkir ibarat sebuah usaha atau effort. Nah lewat usaha ini kita akan menadapatkan manisnya
kehidupan.
Apa
yang dimaksud dengan Tea Quote?
Dalam lingkup lebih sempit filosofyy teh ditulilskan dalam bentuk
ungkapan. Dalam lingkup lebih luas dituis dalam bentu tea story.
Ada banyak tea quote yang berbentuk sebuah
wisdom, misalnya:
The adalah secanggkir kehidupan (Anonimdari
)
The diminum untukmelupakan kekelaman
dunia (Tien Yisheng)
Minum teh bersama, menjadi lebih dari sekedar bentuk acara
minum ideal. Minum the adalah agama dan seni kehidupan. {Okakuro Kakuzo}
Dan sangat terkenal adalah quote William
Gladstone, salah seorang perdana mentri Inggris:
Kalau kau dingin, teh akan menghangatkan
Kalau kepanasan, teh akan menyejukkan
Kalau galau, teh akan menenangkan
Tea quote tersebut sudah
barang tentu tidak tertuang begitu saja, tetapi melewati pengalaman batin atau
pengamatan mendalam di kehidupan lewat pengalaman minum teh.
Beberapa tea story
seperti kumpulan Chicken soup for tea lover, tertulis kisah-kisah inspiratif
yang berhubungan dengan pengalaman minum teh.
Atau satu kisah sejati
pada awal-awal saya membuka kedai teh (baca http://kedai-teh-laresolo.blogspot.com/2010/07/my-special-guest.html)
Pada intinya, filosofi
teh adalah berkaitan dengan esensi minum teh itu sendiri, yaitu sharing. Teh
lebih enak jika dinikmat bersama-sama, bukan sendiri-sendiri. Ketika berbagi
teh inilah, keakraban makin terajut. Obrolan yang pada awalnya hanya sekitar
dari mana asal teh yang sedang diminum tersebut, apa jenisnya, dsb, bisa
berkemang kepada sharing kehidupan yang lebih dalam lagi.
Saya ingat betul, tradisi
masa kecil dimana teh selalu disajikan pagi dan sore untuk diminum
bersama-sama. Ini juga terjadi pada keluarga-keluarga lainnya. Sayangnya
tradisi tersebut sudah mulai memudar, karena kesibukan, sehingga banyak yang
beralih minum teh yang lebih instant macam teh celup atau teh sachet. Dalam
iklannyapun, teh celup selalu digambarkan diseduh sendiri dalam cangkir yang
dipegang sendiri-sendiri. Padahal akan lebih nikmat, jika teh dibuat dalam teko
dan dibagikan kepada orang-orang terdekat kita, untuk dinikmati bersama.
Yuk kita budayakan lagi
minum teh bersama, biar bisa mendapatkan inspirasi dari filsafat teh.