Sunday 27 January 2008

Teh hitam Kertowono


Entah untuk keberapa kalinya, betapa saya sangat merasa beruntung memiliki teman-teman di dunia maya. Terkadang teman-teman tersebut tidak disangka-sangka tetangga dekat, Cuma beda komplek perumahan belaka. Salah satu teman saya dari milist Jalansutra dan milis pecinta teh adalah mas Dayat, yang ternyata selain penggemar teh, juga memiliki pengetahuan yang cukup luas. Dari beliau akhirnya saya mendapatkan teh hitam Kertowono produksi PTPN XII.

Perkebunan teh Kertowono terletak di Gunung Bromo dan Semeru, tepatnya di Kecamatan Gusi Alit, kabupaten Lumajang Jawa Timur. Dari arsip tulisan website Republika, saya dapatkan informasi bahwa teh di perkebunan tersebut ditanam sejak tahun 1910 oleh NV Ticderman Van Kerchen, sebuah perusahan milik pemerintah belanda yang membuka lahan tersebut sejak 1875.

Kemasan teh berwarna hijau dengan gambar gajah dan gambar gunung cukup menarik. Hanya sayangnya, di dalam kemasan teh hanya dibungkus plastik bening biasa, bukannya aluminium foil. Seperti halnya teh tambi, di kemasan juga dituliskan sedikit informasi mengenai perkebunan teh serta petunjuk menyeduh teh. Berikut saya kutipkan informasi yang tertulis di kemasan sebagai perbandingan:

Teh hitam Kertowono diproduksi oleh PTPN XII (Persero) Kebun Kertowono Lumajang, berasal dari lereng pegunungan Bromo Tengger pada ketinggian 600 – 1250m DPL. Pemetikan daun teh berasal dari pucuk 2 daun dan diolah secara CTC.

Cara menyeduh teh yang benar:

1. Gunakan air dari mata air pegunungan atau air dengan rasa netral.

2. Panaskan air hingga mendidih 1 kali dan jangan terlalu lama atau mendidih 2 kali.

3. Masukkan bubuk teh ke dalam teko proselin/keramik selama 5 menit kemudian pisahkan ampasnya (disaring). 2 gram teh atau 1 peres sendok teh uncuk secangkir (140 ml) air yang telah mendidih.

4. Teh siap disajikan, tambahkan gula dan untuk variasi dapat ditambahkan jeruk atau susu.

5. Hindarkan menyimpan air teh pada thermos.

Suatu informasi yang cukup lengkap. Bahkan hingga diinformasikan jenis mesin pengolahnya, sekalipun mungkin untuk orang awam agak kurang dapat dimengerti artinya.

Saya informasikan kembali, bahwa untuk teh hitam ada dua metode pengolahan, yaitu sistem Orthodox dan CTC (Crush, Tear & Curl). Perbedaan dua metode tersebut adalah pada mesin pemotong daun tehnya. Kalau Orthodox menggunakan silinder untuk menggulung dan merobek daun teh, sedangkan metode CTC menggunakan pisau untuk mencacah daun teh.

Kalau berdasarkan informasi yang tertulis di kemasan, grade dari teh ini mestinya adalah BP. Kalau dibandingkan dengan Walini, warna daun teh kering jauh lebih hitam, hanya finestnya lebih kecil. Aroma wangi terasa menyerbak, baik sebelum dan sesudah diseduh. Rasa manis terasa, sekalipun belum dipakai gula. Dan sudah barang tentu jangan bandingkan manisnya dengan kada manis gula. Warna seduhan cukup bold, seperti halnya teh hitam CTC pada umumnya.


4 comments:

Anonymous said...

saya tau banget perkebunan teh ini...kakek saya pernah bekerja di perkebunan teh ini..dulu namanya masih PTP 23..di daerah guci alit..teh nya enak..sepet dan utk komoditi ekspor...kebetulan tester teh nya adalah om saya...namanya pak istarto...aku kangen pengin balik kesana..

nanda said...

Hi...saya bulan kemarin baru saja selesai pkl selama 2 mggu disana,kata...WOOWW...keluar ketika saya mengijakkan kaki saya disana b`sama teman2,pesona alam yg begitu luar biasa indah,apalagi keramahan masyarakatnya m`buat saya jd betah saja,disana wawasan saya ttg teh b`tambah dr sejarah p`kebunannya sampe ke pemasarannya,saya bukan saja di kasih teory tp langsung m`praktekkannya dr pemetikan,p`olahan,sampe uji secara indrawi utk m`bedakan mutu jenis teh,kangen rasa ini begiu m`buncah ketika m`ingatnya saya akan balik lg...entah kapan??? tp pasti!!!

Bambang Laresolo said...

Hi Nanda, asyik juga kalau sempat berkunjung kesana. Saya baru kesampaian, 2 tempat, Tambi dan Gunung Mas.

Anonymous said...

maaf pak, saya mau tanya nih....
mengapa tidak boleh menyimpan air teh dalam termos ya?