Suatu hal yang menggembirakan hati saya adalah betapa
sekarang pamor teh terus merangkak naik. Teh
sudah dianggap minuman berkelas sejajar dengan kopi, wine serta minuman
berkelas lainnya.
Ini dapat dilihat dengan maraknya varians teh yang
disediakan oleh cafe kopi. Starbuck, sebuah gerai kopi yang sangat terkenal
berani mengakuisiis Teavana,s ebuah tea house dengan harga yang cukup
fantastis.
Demikian juga dengan maraknya chatime di pelbagai mall, dan
selalu membentuk antrian panjang bagi pembelinya. Minuman RTD mulai dari
botolan dan gelasan sekarang menjadi satu bisnis yang cukup menggiurkan.
Kesemua produk teh tersebut, selain varians, market yang
disasar juga berbeda. Mulai dari kalangan bawah, hingga kalangan atas.
Dalam beberapa
kesempatan, saya selalu mengungkapkan, berdasarkan pengamatan saya, market
kelas dibagi menjadi 3 bagian:
- Urban Pop (minuman RTD, teh celup lokal, teh tubruk)2. Executive moderate (teh merk twinning, Dilmah, beberapa merk teh lokal seperti merk saya sendiri: laresolo, Oza, dll)3. Tea Connouisseur (Non brand single origin, Marriages freres, TWG, Daman Freres)
Kalau sebelumnya pasar yang ramai dibidik adalah Executive moderate, sekarang
tea connoussseur sudah mulai dilirik. Salah satu merk lama yang baru expansi ke Indonesia adalah
TWG.
Sepintas, sebelum orang mulai kenal dengan merk teh ini, orang akan
menganggap TWG adalah singkatan dari Twinning, salah satu merk teh yang sudah
exist lebih dari 200 tahun lalu di Inggris (tepatnya didirikan pada tahun 1706).
TWG sendiri didirikan di singapore, dengan mengambil
position sebagai luxury tea. Tea housenya di design mewah. TWG merupakan
singkatan dari Tea Wellness Group, didirikan Murjani pada tahun 2003, yang
merupakan induk dari TWG tea yang didirikan oleh Manoj M. Murjani dan Toha
Bouqdib pada tahun 2008. Saya ingat, sekitar tahun 2011 TWG hanya berupa Tea
Shop di Grand Indonesia, tetapi sekarang menjelma menjadi tea house yang paling
mewah di Jakarta
Belum lama ini saya di mendapat kehormatan untuk hadir pada
acara launching TWG tea salon (demikian mereka menyebutnya) yang kedua, di
Pasific Places. Pada pembukaan salon
pertama di Senayan City, saya juga hadir, hanya memang tidak seheboh yang
kedua, terutam perihal undangannya: 600 undangan bo. Kalau satu orang bawa
pasangan, yang hadir ada 1200 orang lebih.
Ini terbukti ketika
saya hadir tepat pukul 18.00, tampak antrian panjang mengular hanya untuk
registrasi. Dan registrasi ini cukup
penting, karena kita akan mendapat
semacam kupon untuk mendapatkan goodie bag yang cakep.
Sayang sekali saya tidak dapat mengajak istri, karena harus
bertugas sebagai baby sister, alias jaga anak-anak. Sayapun tidak tahu siapa
saja teman dari komunitas pecinta teh yang hadir. Di saat mengantri saya sempat
bertemu dan bertegur sapa dengan pak Tiko, salah satu manager di TWG.
Selesai mengisi registrasi, saya mulai celingak-celinguk
mencari teman yang saya kenal. Saya coba telpon Umar, yang katanya mau hadir
tetapi belum tiba. Memang benar-benar, sebagian besar dari tamu wajahnya tidak asing bagi saya, alias
saya kenal beberapa. Tetapi masalahnya, MEREKA TIDAK KENAL SAYA J
Saya lihat ada Daniel Mananta, Rianty Carlwright, Denada,
Dominique, tengku Zacky, Laura Basuki, pak Wimar witular, Dessy Anwar, Marissa Anita dan beberapa wajah lain yang
akrab saya lihat di media . Saya benar-benar merasa tersesat di tengah
belantara sosialita J
Kemudian disebuah pojok, saya lihat ada satu wajah yang saya
cukup familiar, tetapi juga tidak terlalu sering muncul di televisi, makanya
saya agak susah mengingat namanya. Ketika pandangan saya edarkan kesamping,
baru saya ingat ah itu Pak Bondan Winardo, dan tentu yang disebelah adalah
Gwen, salah satu putrinya yang beberapa kali ikut menemani pak Bondan di acara wisata kuliner.
Saya mengenal pak Bondan lama sebelum beliau ngetop dan
menjadi celebrities. Dulu, sebelum beliau sibuk dan ngetop seperti sekarang,
hampir tiap bulan pak Bondan mengundang teman-teman dari jalan sutra untuk
ngumpul dirumah beliau di daerah Sentul City.
Akhirnya ketemu juga sosialita yang saya kenal dan mengenal
saya J Lumayanlah saya tidak merasa cengoh
sendirian, ada teman yang bisa diajak ngobrol.
Setelah Umar dan Indri, teman dari komunitas pecinta teh menelpon, baru saya pamitan ke pak Bondan untuk menemui mereka.
Setelah Umar dan Indri, teman dari komunitas pecinta teh menelpon, baru saya pamitan ke pak Bondan untuk menemui mereka.
SALNUM
Berdasar pengalaman sewaktu undangan launching teh Twinning,
dimana saya saltum, saya tidak mau terulang lagi. Saya waktu itu memakai Tshirt
dan jeans, dan ternyata jamuannya adalah jamuan teh ala inggris. Bisa
dibayangkan dong, bagaimana dandanan orang inggris kalau sedang mengadakan
afternoon tea. Celakanya saya diminta untuk berdansa dengan salah satu dancer
yang mengisi acara. Pokoknya saya tidak mau mengulang lagi kejadian memalukan
tersebut.
Undangan kali ini, memang ada dress codenya yaitu red Carpet Galm. Ketika saya tanya ke Ratna
Somantri, teman saya dari komunitas pecinta teh, dijawab pokoknya dandan yang
paling keren aja. Repot juga. Jas sewaktu kerja di hotel sudah entah dimana. Yah,
paling tidak saya harus pakai kemeja dan bukan celana jeans
lagi J
Tetapi tertanya bukan saltum yang terjadi pada saya tetapi
salnum (salah minum). Ceritanya begini:
Namanya juga tea party, tentu para waiter berikut tea
sommelier hilir mudik membawa teh dan beberapa cake dan sandwich. Sudah tiga gelas
es teh yang saya minum. Yang pertama red tea, kemudian fruit tea dan satu lagi
saya lupa apa namanya. Nah kali ini yang muncul dengan gelas cantik. Ketika
saya tanya itu teh apa, dijawab, tea cocktail. Kok ya dasar ndeso, saya
mikirnya ya teh dengan ditambah soda begitu, yang memang sering saya buat dan
saya sajikan di kedai teh saya, macam Sparkling Grey and Sour.
Ketika saya cium, hmm. .. it’s smell strength. Saya coba
cicipi satu teguk, alamak kok rasanya langsung ngliyeng. Baru saya tersadar
it’s should be alcohol inside the tea. Ketika saya konfirmasikan memang benar,
itu campuran wine dengan tea. Oh my god, betapa saya telah melakukan beberapa
dosa. Minum 3 gelas es teh (tentunya manis, dan saya hampir tidak pernah minum
teh manis) dan seteguk alcohol J
Alhasil saya tidak berani menghabiskan minum tea cocktail
tadi, dan karena belum ada waitres yang muncul dengan membawa nampan untuk
clear up the glass, jadilah saya tenteng terus gelas yang masih penuh tersebut,
termasuk untuk bergaya ketika sedang berphoto. Lumayan untuk teman narsis J
Kalau dibandingkan dengan launching salon yang pertama tamu
undangan memang lebih heboh,tetapi cakenya tidak seheboh yang pertama. Kalau
yang pertama scone, sandwich, macaron dan aneka macam cake bersliweran, kali
ini hanya beberapa cake, dan ditengah-tengah hanya ada satu macaron. Jadi siapa
cepat dia dapat.
Akhirnya setelah mencoba beberapa jenis teh lain, kue, dan
berphoto-photo narsis ria, kami pulang dan mendapat hadiah yang wah. Kita
mendapat satu kaleng teh, yang nilai diatas 400 ribuan. Saya beruntung sekali
mendapatkan red tea, yang memang saya suka. Red tea dari TWG adalah sebutan
untuk Rooibos yang di blend dengan racikan khusus. Rooibos adalah satu herbal
dari afrika selatan, yang sering disebut sebagai red tea, karena warna teh
kering mapun seduhannya berwarna kemerahan.
Ini sungguh menginspirasi saya. Dulu saya pernah sajikan menu Rooibos,
di kedai saya, tetap tidak banyak yang suka. Kesalahan saya adalah saya hanya
menyajikan Roobos single origin. Dan ternyata ketika di blend, akan
menghasilakan cita rasa yang sangat berbeda. Ini menginspirasi saya untuk
mengekplore rooibos lebih jauh.
TEH SUDAH MENJADI MINUMAN YANG BERGENGSI
Saya ingat, dulu sering mendengar ada pameo yang
mengatatakan bahwa minuman teh kalah gengsinya dibanding kopi. Bahkan kita
mesti minta maaf ketika hanya mampu menyuguhkan teh kepada tamu.
Tetapi sekarang tampaknya trend teh di Indonesia mulai naik.
Dengan hadir TWG di indonesia, paling tidak dapat menyatakan bahwa minum teh
itu bisa sangat mewah dan bergengsi. Teh minuman sehat para artis. Dan ini
secara tidak langsung akan berdampak pada minuman teh kelas dibawahnya.
Sebagai contoh, hebohnya penjualan minuman Capcin (capucino
cincau), adalah dampak tidak langsung ngetop minuman teh dengan bubble yang sempat ngetrend di mall-mall.
Sekarang setiap cafe kopi pasti menyediakan teh, Sudah
banyak beberapa kafe kopi di Surabaya, Bandung dan Jakarta yang minta supply
teh dari Laresolo. Ini satu perkembangan yang menggembirakan.
Harapannya, mereka yang pingin teh berkualitas, tetapi tidak
mampu membeli teh dari TWG, mulai melirik teh Laresolo. Mereka akan mendapatkan
teh yang dengan kualitas yang tidak terlalu jauh berbeda, tetapi dengan harga
yang sangat jauh dibawahnya.
Semoga dengan kehadiran TWG di Indonesia turut menggairahkan industri teh di
Indonesia. Kalau saat ini hanya ada 2 macam teh di menu TWG, yaitu teh Malabar
dan Taloon, semoga kelak akan lebih banyak lagi teh-teh unik lain di Indonesia
di dalam daftar menu teh TWG. Hidup teh Indonesia.
6 comments:
Tak lama lagi tea culture pasti akan semeriah coffee culture ya Pak. Dan itu semua pasti berkat insan-isan yang bergerak di dalamnya, seperti Pak Bambang
makasih mbak Evi. Lebih dari 7 tahun, saya Ratna Somantri, dan teman pecinta teh, berjuang untuk meningkatkan apresiasi masyarakat Indonesia terhadap teh. Dan sekarang harapan itu sudah mulai berwujud nyata. Bukan hal yang mudah meyakinkan para produsen untuk menjual teh premium di Indonesia, dan akhirnya kami diberi kesempatan memperkenalkan walau dalam jumlah yang kecil.
Pak bambang apakah laresolo yang dibogor masih ada?kebetulan saya baru menemukan blog bapak,dan saya suka sekali teh
terima kasih info nya di jamin berkualitas teh nya
viagra asli
viagra
obat viagra
viagra asli
harga viagra
viagra asli
jual viagra
viagra asli jakarta
viagra jakarta
toko viagra
viagra usa
viagra original
obat kuat viagra
obat kuat asli jakarta
obat kuat jakarta
hammer of thor
hammer of thor jakarta
hammer of thor asli
cialis
cialis jakarta
cialis asli
vimax
vimax jakarta
vimax asli
Post a Comment