“Ini teh masa depan Indonesia”, Ujar kang Ferri Kurnia sambil menunjuk satu area kecil yang pohon tehnya tampak sedikit berbeda.
“Itu kata-kata Almarhum Ayah saya ketika beliau mewariskan kebun teh ini kepada saya dan dan anak-anak lainnya”, sambil menghela nafas kang Ferri sejenak termenung. Tergurat kenangan bagaimana ayahnya, Haji Oero telah mengajari dia untuk mengelola kebun teh Pasar Canar.
Jujur saya belum begitu paham maksud perkataan kang Ferri tentang masa depan teh Indonesia. Tangannya hanya menunjuk sekelompok kecil perdu teh diantara hamparan pohon-pohon teh yang lain.
Tangannya hanya menunjuk satu titik, bukannya merentangkan tangan atau menggerakkan tangan menunjuk hamparan luas kebun teh pasir Canar.
“Kami memberi nama Cultivar tersebut dengan nama Oero 1601. Jujur kami tidak mengetahui nama asli cultivar teh tersebut.
Kami melakukan pembibitan pada tahun 2011. Kami pisahkan tersendiri karena tampaknya bibit tersebut berbeda dengan bibit teh yang lainnya. Baru kemudian setahun kemudian sebanyak 280 pohon berhasil kami tanam di kebun Pasir Canar.
Sayangnya pada waktu itu cuaca kurang mendukung, sehingga tidak semua pohon bertahan hidup, hingga tersisa 38 pohon. Sisa pohon tersebut tetap kami rawat, karena kami sangat yakin ini pohon sangat special. Kami tidak pernah mengolah pohon ini, karena pucuknya sedikit sekali. Kami menamakan cultivar ini dengan nama Oero 1601 untuk mendedikasikan pohon ini kepada almarhum Haji Oero. Karena beliau meninggal tahun 2016, maka kami beri nama 16 sedangkan 01 adalah nomor pertama cultivar yang telah kami buat.”
Sebagai tambahan informasi bagi yang belum mengetahui, Cultivar adalah variasi jenis teh yang disebabkan oleh campur tangan manusia, seperti persilangan, misalnya. Maka muncul cultivar terkenal seperti Ti Kuan Yin, Sukui, gambung, dll. Ini berbeda dengan Varietas, dimana jenis teh dibedakan menjadi dua yaitu assamica dan sinensis. Mirip dengan kopi, yang memiliki varietas Robusta dan Arabica. Varietas, adalah perbedaan tipe pohon teh yang disebabkan oleh alam.
Kami mendekat ke area cultivar 1601. Saya perhatikan dengan seksama pohon tersebut. Bentuk daun mirip dengan bibit pohon yang langka yang diperlihatkan oleh pak Bagyo dari kebun teh Liki Sumatra sewaktu saya diundang berkunjung kesana pada tahun 2013 lalu.
“Kalau memang ini sama dengan yang saya lihat di Liki, kemungkinan ini cultivar Qing xin”, ujar saya.
Qing xin, artinya Green Heart. Sebuah cultivar yang sangat popular dan banyak digunakan di Taiwan. Konon originalitas cultivar ini dari Anxui China, lalu dibawa ke Taiwan. Banyak sekali teh terkenal yang dihasilkan dari teh ini, diantaranya adalah Dong Ding dan Oriental Beauty.
Percakapan diatas kami lakukan pada bulan Januari tahun 2019, ketika saya dan Cecilia Tjing , seorang tea Sommelier dari Belanda pertama kalinya mengunjungi kebun teh Pasir Canar, yang berlokasi di daerah Takokak, Cianjur.
Saya terkenang kembali dengan percakapan tersebut, karena belum lama ini kang Ferri mengabari saya bahwa dia mulai mencoba mengekplore pohon tersebut. Menjelang akhir tahun 2020, kang Ferri mendapati bahwa Oero 1601 menghasilkan pucuk yang lumayan banyak.
”Lumayan, saya bisa memanen sekitar 300 gram pucuk basah. Saya coba olah secara manual dengan digiling pakai tangan dan menggunakan wajan dari tanah liat. Aromanya jauh lebih harum dibanding cultivar lain yang saya miliki, seperti sukui, Oolong 27 dan 28.”
Dan hari ini saya menerima sebuah paket berisi sebuah kaleng yang cantik dengan tulisan Coddle Fragrant. Dinamana demikian menurut kang Ferri, karena ketika diolah, walau Cuma sedikit sekali tetapi aroma harumnya tercium dalam satu pabrik.
Tak sabar saya buka kemasan tehnya dan tercium perpaduan harum bunga dan manis buah. Samar-samar mengingatkan saya pada harum vanilla.
Bentuk teh keringnya panjang-panjang rapi, dipetik hingga daun ke empat. Dari warna daun teh kering kombinasi antara hijau gelap dan kemerahan, menandakan teh ini diolah secara semi oksidasi.
Saya melakukan tasting 2 kali. Pertama saya menggunakan cup tasting berukuran 140ml. Saya gunakan teh 2.5 gram dengan waktu seduh 2 menit.
Warna seduhan merah tembaga, aroma bunga masih jelas tercium.
Ketika saya seruput, terasa manis. Semula agak ragu, apakah ini cenderung ke arah manis madu atau buah lychee. Untuk memastikan saya coba bandingkan dengan lychee in red racikan saya. Kali ini saya yakin, teh ini lebih mendekati ke rasa manis lychee. Aromanya juga mengingatkan saya kepada aroma seduhan oriental beauty.
Tasting kedua, saya menggunakan metoda chinese style. 5 grm teh, suhu 90 derajat dan menggunakan gaiwan berukuran 125 ml, seduhan pertama sekita 20 detik. Hasilnya body lebih kuat dibanding sebelum, tetapi rasa manis lychee sedikit tertutup rasa sepet teh. Saya lupa, mestinya saya gunakan takaran 1 sendok makan saja, bukan saya timbang 5 gr. Seduhan kedua dan selanjutnya waktu seduhnya saya percepat. Tetapi bagi yang suka body yang lebih kuat, ratio seduhan ini tentunay lebih cocok.th
Teh ini staminanya lumayan kuat. Pada seduhan kempat rasa manis lychee masih terasa, tetapi aroma mulai berkurang. Baru pada seduhan kelima, aroma dan rasa teh sudah jauh menurun.
Kesimpulannya teh ini sangat luar biasa. Kalau tidak informasikan asal teh ini, tentu orang akan mengira ini bukan teh Indonesia. Teh ini juga sangat langka. Hanya bisa dipanen 10 hari sekali dalam satu bulan, dan setelah itu harus diistirahatkan selama 1 bulan. Satu kali panen hanya bisa diproduksi 30 gr saja. Itu sebabnya teh ini hanya dijual per 15 gr. Saya sungguh beruntung mendapatkan teh ini.
Terlepas apakah Cultivar Qing Xin atau bukan, saya lebih suka menyebutnya sebagai Oero 1601. Sebuah cultivar yang dirawat penuh kasih sayang dan di dedikasikan untuk seorang Ayah sebagai pendiri kebun teh pasir Canar, yaitu H. M. Oero.