Thursday 26 March 2009

Teh Cap Botol Premium

Kalau anda dilahirkan dan dibesarkan di Jawa, tentunya sudah tidak asing lagi dengan teh wangi. Ada berbagai merek yang masing-masing memiliki penggemar fanatik. Ada merek-merek yang menguasai pasar regional seperti Dandang, Nyapu, Balap, Sintren. Beberapa merek lain yang cukup dikenal di perkotaan adalah Cap Botol, Tong Tji dan 2 Tang dan Gopek.


Saya pernah mereview khusus ke empat merk terakhir. Walau kesimpulan terakhir saya lebih memilih cap Botol, tetap saja saya merasa belum puas karena tangkai dan batang teh cukup mengusik dan mengganggu.


Saya sempat bermimpi, apa mungkin kalau saya pesan kualitas premium, dimana saya mendapatkan daun-daun utuh tanpa batang.

Tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk bermimpi, karena beruntung sekali saya dapat berkenalan dengan pak Budi HS, marketing manager dari Gunung Slamat, sebuah perusahaan teh yang memproduksi teh cap Botol dan Poci. Beliau mengundang saya untuk melakukan tea tasting di kantornya.

“Kami masih pasarkan di supermarket kecil, macam Naga dan Gelael pak”, demikian penjelasan pak Budi. “Untuk pasaran lokal memang kurang disukai, karena teh ini tidak bisa nasgithel seperti halnya cap Botol warna hijau atau biru. Teh inilah yang digunakan untuk membuat teh botol Sosro”.


Disini terjawab dengan jelas, bahwa kalau selama ini orang banyak menduga teh botol Sosro adalah teh hitam adalah salah besar. Penjelasan pak Budi juga menjawab beberapa persepsi yang keliru yang mengatakan bahwa teh wangi adalah teh hitam.


Menurut pak Budi, bahan dasar yang dipakai untuk membuat teh wangi adalah teh hijau. Khusus untuk kualitas premium, digunakan grade Pekoe Super.


Dalam situs Sosro, dijelaskan bahwa untuk teh hijau mereka ada tiga macam sortiran, yaitu Peko, Jikeng (daun tua), Kempring (remukan daun) dan tulang. Sedangkan untuk teh hijau kualitas tinggi, seperti teh cap pucuk sari misalnya, kualitas Peco dibagi lagi menjadi beberapa grade, yaitu Gun Powder, Pekoe Super dan Pekoe. Dibawah itu adalah grade Fanning dan Dust, yang biasanya digunakan untuk bahan teh celup.


Proses pewangian teh adalah dengan cara terlebih dahulu melembabkan teh hijau (yang sebenarnya telah dikeringkan). Tujuan proses pelembaban ini adalah agar supaya teh dapat menyerap aroma melati yang akan dicampurkan. Yang perlu diketahui adalah, bunga melati hanya diambil aromanya saja. Setelah dibiarkan semalaman, bunga melati tersebut akan diblow up dan terpisah dari teh daun tehnya.


Kalau ada yang tercampur di dalam teh, kalau tidak “katutan” mungkin sebagai hiasan untuk menandai bahwa teh tersebut beraroma melati.


Bunga melati yang digunakan juga bukan bunga melati sembarangan. Bunga yang dipakai adalah bunga yang siap mekar. Menurut pak Budi ada jenis macam bunga melati yang dipakai, yaitu Bunga Melati (jasminum sambac) yang diambil dari daerah pantura (pemalang, pekalongan) dan bunga melati gambir (jasminum Officinale) diambil dari daerah pegunungan di dekat Slawi. Bunga ini harus diambil dalam keadaan segar, sebab kalau tidak bisa-bisa aromanya sudah menghilang ketika mau digunakan. Itu sebabnya, kenapa pabrik teh wangi selalu berada di daerah pantura seperti tegal, slawi, pekalongan dikarenakan lebih mendekatkan kepada sumber bunga melatinya.


Penambahan bunga melati juga bukannya tanpa alasan. Seperti yang kita ketahui, kebanyakan pohon teh yang di tanam di Indonesia adalah varians dari Assamica. Varians ini ditanam dan disebar luaskan d Indonesia, karena kebetulan Belanda yang pada waktu itu membudidayakan teh di Indonesia, ingin menjual tehnya di pasar Eropa, yang kebetulan lebih suka teh hitam varians Assamica.


Teh varians Assamica, ketika dibuat menjadi teh hijau, aroma dan rasanya kurang enak. Kalau dalam bahasa Jawa disebut sebagai langu. Untuk mengatasi rasa enak tersebut, maka dicampurlah dengan melati. Selain itu, sebenarnya teh hijau Assamica juga terlalu sepat. Itu sebabnya teh wangi melati, kalau diseduhnya pekat, lebih enak diminum dengan gula.


Inilah keunikan teh hijau wangi melati. Sekalipun teh hijau treatment yang dilakukan mirip teh hitam. Selain diseduh dengan air mendidih (sekitar 100ÂșC), juga diminum dengan gula. Teh wangi melati inilah yang digunakan untuk menyeduh teh ala teh poci, yang menjadi tradisi di Tegal dan sekitarnya.


Dalam photo dibawah, saya lampirkan photo teh cap botol dan cap botol premium. Tampak jelas dari daun teh kering cap Botol, tampak besar-besar (Jikeng?), dengan ranting yang besar pula, Selain itu tampak juga serpihan warna putih, bunga melati. Sedangkan photo cap Botol premium, gulungan daun terlihat lebih kecil. Tangkai daun masih terlihat juga, dengan ukuran lebih kecil. Sama sekali tidak tampak serpihan bunga melati. Aroma melatinya tidak terlalu tajam.. Daunya masih berwarna hijau tua, dan ukurannya masih cenderung utuh, sekalipun masih tercampur tangkai daun kecil-kecil.


Khusus teh hijau cap botol Premium, aroma melatinya tidak terlalu tajam. Kalau dilihat dari daun teh keringnya, sama sekali tidak tampak serpihan bunga melati di dalamnya. Daunya masih berwarna hijau tua, dan ukurannya masih cenderung utuh, sekalipun masih tercampur tangkai daun kecil-kecil. Seduhan yang disarankan adalah satu sendok makan teh, untuk ukuran 300 ml air, dengan lama seduh 3-5 menit. Ampas bekas seduhan terlihat daun hijau segar dan cenderung utuh.


Bagi penggemar teh wangi, teh cap Botol premium merupakan teh wangi kualitas tertinggi diantara teh wangi dipasaran yang ada.


Mungkin teman-teman pernah beberapa kali mencoba membuat es teh manis, tetapi kok tidak mendapatkan rasa yang mendekati rasa teh botol Sosro (baca tea tasting di Gunung slamat). Karena merupakan bahan yang sama yang digunakan untuk proses produksi teh botol, seduhan teh ini sangat terasa teh botol Sosro sekali.


Beberapa teman dan keluarga saya langsung jatuh cinta ketika mencoba teh ini. Sama halnya dengan beberapa teh kualitas tinggi lainnya, pertanyaan yang susah dijawab adalah ketika mereka menanyakan, “Dapat dibeli dimana?”