Friday 22 November 2013

Depok Green festival: Teh dan rokok


“Teh ini, khasiatnya apa?”
Pertanyaan itu selalu terlontar baik itu pelanggan kedai teh saya, pembaca blog saya, juga para pengunjung yang mengunjungi stand Pecinta teh di acara Depok Green festival.
Ya tepatnya tanggal 10 November 2013 lalu, atas jasa mas Eko Nugroho, kita diundang berpartisipasi untuk turut meramaikan acara tersebut. Saya salut sekali dengan semangat gotong royong keluarga komunitas pecinta teh. Setelah diskus digroup whatsup, akhirnya kami sepakat menunjuk pak Filtrady sebagai koodinator acara tersebut. 

Beberapa member membawa peralatannya dengan suka rela. Memes membawa dua container air dan satu water heather. Ada yang membawa kompor gas, pemanas air, koleksi teh. Bahkan pak Fit membawa meja dan kursi lipat sendiri. Luar biasa.
Ya, kami datang untuk berbagi dan mengedukasi masyarakat yang banyak salah kaprah mengenai teh. Ya seperti pertanyaan diatas, menganggap teh sebagai obat, khasiatnya,  ada tidak teh yang dapat menyembuhkan penyakit tertentu, belum lagi cara seduh, dsb.

Padahal faktanya, minum teh mesti dibarengi dengan culture teh yang baik. Artinya minum teh bukannya untuk sebagai minuman sakti yang membebaskan kita makan apa saja dan melakukan apa saja yang sebenarnya tidak baik buat kesehatan. Seperti mengkonsumsi lemak berlebihan, merokok, dan sebagainya.

Bicara soal rokok, jujur memang saya paling bersemangat untuk mengajak orang lain untuk berhenti, atau yang tidak merokok tidak toleran terhadap para perokok yang menyebarkan asap rokok disembarang tempat.

Seperti cerita awal saya berangkat menuju Depok green festival. Jujur, Depok bagi saya kota yang paling ribet dikunjungi  kecuali dengan kereta. Dari pintu toll jauh, lewat non toll jauh dan macet. Jadi keretalah pilihan utama. 

Pagi itu saya berangkat dengan kereta jam 8 pagi, dan seperti  biasa selalu tidak kebagian tempat duduk. Akhirnya saya berdiri di dekat pintu sambungan gerbong.  Tidak berapa lama kereta berjalan, hidung  saya yang lumayan sensitif mengendus bau asap rokok. Wah siapa yang nekad merokok dalam gerbong ber AC ini, kata saya dalam hati. Longok ke depan, ke belakang, gak ada yang kelihatan merokok. Hmm.. jangan-jangan hidung saya yang salah nih...

Saya pastikan lagi baunya, dan yang paling kuat dari sela pintu. Saya longok ke sambungan antar gerbong, walah ternyata disitu manusianya. Saya langsung buka pintu, dan berkata dengan sopan:
“Punten mang, rokoknya dimatikan dulu ya” Dan karena penumpang lain mendengar serentak mereka turut menegur. “Iya pak, bau asapnya mengganggu ni”. Well, awal yang bagus ketika orang banyak sudah perduli dan saling mengingatkan.

Okay, cerita rokok saya tinggalkan sebentar, dan nanti diakhir cerita ada lagi cerita soal rokok.
Saya tiba di lokasi, Julian salah satu Momod yang paling rajin, sudah menunggu, sementara beberapa peralatan sudah teronggok di atas meja dimana mas Eko sudah menyiapkan (termasuk peralatan Memez), dari pagi. Berdua dengan Julian, mulai menata stand, dan tidak lama kemudian beberapa teman seperti pak Anton, Se thjie,Bu Brenda dan Ferly berdatangan.

Jam 9.40, kami mendapatkan kesempatan naik panggung untuk memperkenalkan komunitas pecinta teh kepada masyakarat depok. Ditemani Julian dan Bu Brenda, saya membagi-bagikan teh dingin, dimana sebelumnya saya ajukan beberapa pertanyaan. Tujuannya untuk menguji seberapa jauh pengetahuan audience terhadap teh. Ternyata lumayan juga, mereka bisa menyebutkan aneka macam teh diIndonesia, termasuk teh putih. Ada yang sudah pernah mencobanya, walapun belum dapat menjelaskan ketika ditanya apa itu teh putih. Tentu saja, dipanggung kamu tidak sempat memberikan edukasi mengenai teh. Kami mengarahkan mereka untuk datang ke booth pecinta teh, untuk menanyakan lebih dalam pelbagai hal tentang teh.






Di booth  teman-teman sudah menyiapkan Red tea dan Oolong tea untuk dicicipi para pengunjung.
Saya menyeduhkan teh racikan saya, mint green tea, dan Umar mendemokan membuat sparkling Arabian Red tea J Respon pengunjung cukup bagus, tapi kebanyakan pertanyaannya sama:”Khasiatnya apa?”

Dan saya tidak bosan-bosannya menjelaskan (termasuk dalam tulisan ini), bahwa teh bukanlah obat. Kalau teh itu ada manfaatnya secara ilmiah berdasarkan penelitian benar adanya. Tetapi ada beberapa dilakukan percobaan invivo, beberapa dengan hewan percobaan, sementara efek terhadap manusia beberapa bersifat kasuistis dan personal. Jadi dimanapun itu, di Facebook, twitter atau dimanapun, kalau ada komentar yang mempromosikan teh tertentu atas khasiatnya , pasti saya usilin.

Saya masih teringat, ketika acara Solo Festival, saya sempat berkomentar atas presentasi  Profesor Gerard, seorang peneliti dari Oxford University.
Dia bercerita bahwa, mereka sekeluarga memiliki hobi sama, minum teh. Diantara mereka sekeluarga hanya Profesor Gerard saja yang tidak mengalami masalah dengan jantung, sedangkan keluarga lainnya semua bermasalah.
“Yang membedakan adalah gaya hidup kami berbeda”, kata Prof Gerard. “Saya tidak pernah makan Junkfood, tidak merokok dan rajin olah raga”
Kalau begitu apa gunanya teh? Artinya tidak usah minum teh, kalau gaya hidup kita sehat pasti sehat juga donk.  Tentu saja.
Jadi minum teh bukanlah jaminan, bahwa hidup kita akan sehat, selama tidak ada keseimbangan dalam gaya hidup kita.

Jujur, saya bukanlah orang yang sehat. Kolesterol tinggi, darah tinggi, gula tinggi, asam urat tinggi. Pokoknya kalau mau adu sombong penyakit ayo J Walaupun saya minum teh 1-2 liter perhari? Saya tidak merokok  (tepatnya sudah berhenti merokok 20 tahun lebih) dan saya jarang mengkonsumsi gula.

Ketika saya analisa pola hidup saya memang ternyata ada yang salah. Saya penyuka gorengan. Mau tahu, tempe goreng berapapun pasti akan disikat habis. Bahkan dari kecil saya hanya doyan lauk yang digoreng, dibanding kalau direbus atau dimasak cara lain.
Gorengan menyebabkan kolesterol tinggi, yang menyebabkan penyumbatan arteri. Dan ini bisa menjadi penyebab darah tinggi, begitu kira-kira kesimpulannya.
“You don’t only became tea drinker, but you should floow good tea culture”, begitu advis Prof Gerard kepada saya.

Jadi apa yang selalu saya sharing adalah teh itu sebagai reminder untuk kita selalu berbuat baik, termasuk baik kepada diri sendiri.  Karena minum teh bukan sekedar tehnya atau khasiatnya lebih dari itu memiliki nilai filosofi yang tinggi.

Kalau kita mengambil falsafah Chanoyu, upacara minum teh jepang, yang mengedepankan Wa, artinya harmoni atau kesalarasan.  Berarti itu adalah dasar itu dalam melakukan perilaku kehidupan yang baik, entah kepada orang lain atau diri sendiri. Artinya janganlah menyakiti diri sendiri dengan makanan-makanan yang tidak sehat, atau (sudah pasti)merokok.

Seperti yang saya janjikan diawal, saya akan menceritakan lagi soal rokok.
Jadi karena suatu hal saya pamit duluan kepada teman-teman, dan naik ojeg menuju statiun depok.
Begitu motor berjalan, saya merasa tidak nyaman udaranya. Dengan sopan, saya minta tukang ojek mematikan rokoknya dulu, dengan alasan saya alergi terhadap rokok.

“Maaf ya pak”,  kata saya
“Saya yang mestinya minta maaf, karena mestinya dari tadi sudah saya matikan. Tadi juga ditegor polisi, katanya jangan merokok sambil naik motor”
Wah baru tahu kalau ada polisi sedemikian perduli terhadap rokok juga.
“Saya dulu juga perokok pak, tapi sudah tobat”, jelas saya. “Tapi karena berhenti saya malah jadi sensitif banget. Kena asapnya sebentar saya langsung radang tenggorokokan”
“Wah gitu ya pak. Saya sebenarnya juga pingin berhenti, tapi belum bisa, Gimana caranya pak”
“Tergantung niat pak. Kalau bapak yakin rokok dapat membuat bapak dan orang lain sakit, bapak akan merasa rugi kalau merokok. Insya Allah itu dapat membantu”
“Pingin pak, tapi masih susah”
“Baik, bapak muslim khan?”, tanya saya dengan yakin
“Iya pak”
“Nah dalam muslim ada 2 pendapat mengenai rokok. Pertama Makruh, kedua haram. Bapak boleh menggunakan mana yang bapak yakini”
“Maksudnya?”
“Kalau bapak yakin Makruh,  artinya bapak jangan merokok disembarang tempat, apalagi di dalam rumah, di depan anak-anak. Karena Makruh, walau tidak berdosa melakukannya tapi itu perbuatan yang tidak disukai oleh Allah. Jadi kalau mau menyenangkan Allah sebaiknya ditinggalkan. Kalau belum bisa paling tidak bapak tidak merokok di depan anak-anak, karena itu menjadi contoh yang tidak baik. Bila perlu kalau pingin merokok ngumpet (walau pasti Allah juga akan melihat)”
“Kalau begitu mending haram sekalian ya pak”
“Itu terserah bapak bagaimana mengimaninya. Insya Allah pak, berhasil”
“Makasih ya pak, sudah mendapat pencerahan”
“Sama-sama pak. Insya Allah ya pak, bisa berhenti total”

Alhamdulillah, sebenarnya kalau kita dapat mengingatkan dengan sopan, para perokok dapat menerimanya. Jadi memang diperlukan peran aktif non perokok dan bahkan para perokok (yang sudah sadar tentunya) agar orang tidak merokok di sembarang tempat.
Saya selalu teringat setiap diskusi mengenai hal ini, para perokok kebanyakan mengatakan demikian:
“Iya saya tahu itu. Saya sendiri, juga tidak pernah merokok di tempat umum atau dalam rumah”
Alhamdulillah kalau banyak yang sudah sadar seperti ini. Lebih bagus lagi kalau turut mengingatkan orang lain dengan mengatakan”
“Maaf mas, saya juga merokok, tapi tidak pernah ditempat umum begini. Karena memang mengganggu. Saya sebagai perokokpun juga terganggu kalau ruang sesak begini dipenuhi asap rokok. Matikan dulu ya, ntar kita cari tempat khusus perokok dan bisa merokok bareng”
Keren khan kalau bisa begitu J

Jadi intinya yang saya share dalam acara tersebut adalah,  khasiat teh bukanlah tujuan utama. Dan khasiat teh, selalu berbanding lurus dengan kualitas teh. Demikian juga dengan rasa teh. Jadi kalau kita mengutamakan rasa teh, karena didapatkan dari teh-teh kuaitas tinggi, khasiat insya Allah akan mengikuti Dan karena teh adalah symbol kebaikan, jadikan dia reminder agar kita selalu berbuat baik, entah kepada orang lain atau diri sendiri.  Jadi berhentilah menyakiti diri sendiri dan tentu saja orang lain (karena efek asap rokok),