Sunday, 3 February 2008

Tea Tasting di kebun teh Gunung Mas

Setelah tertunda satu minggu, dari rencana semula akhirnya kopdar milist pecinta teh dapat dilakukan di perkebunan teh Gunung Mas puncak Bogor tanggal 2 February lalu. Acara sebenarnya malahan sudah direncanakan tahun lalu sebagai awal kegiatan milist, tetapi tertunda terus dan baru terlaksana sekarang.

Sungguh beruntung milist ini memiliki member dari KPB, yaitu pak Endi, sehingga segala sesuatunya langsung diurus beliau dan kita mendapatkan kehormatan langsung dibimbing oleh pak Dudhie, kepala pak pabrik gunung mas untuk melihat proses produksi hingga tea tasting.

Mengenai proses produksi, saya akan tulis dalam tulisan tersendiri. Dalam tulisan kali ini saya hanya akan menulis khusus tentang tea tasting saja. Tata cara tea tasting kurang lebih sama dengan yang pernah diajarkan mbak Ratna di Tea Galery, hanya ada beberapa perbedaan paramater dan teknis saja

Peralatan yang digunakan juga sama, yaitu menggunakan cangkir keramik bertutup dengan gerigi di salah satu bagian cangkir. Gerigi ini berfungsi sebagai saringan teh. Peralatan lain adalah mangkok untuk menuang teh, dan sendok untuk mencicipi teh. Sendok yang digunakan mirip dengan sendok sup, sehingga bentuk ujuk sendok menyerupai sloki. Penggunaan sendok lebih praktis untuk mudah kalau tasting dilakukan oleh banyak orang.

Menurut pak Dudhie adalah melakukan tasting ada 3 paramater yang mesti dirasakan:

        1. Strength (kekuatan rasa)
  1. Pungent (kesepatan)
  2. Freshness (kesegaran)
Setelah berkeliling pabrik sambil mendengarkan keterangan dari pak Dudhie akhirnya kami diajak ke Lab untuk diperkenalkan dengan pak Tri, Sinder kepala Gunung Mas. Sinder kepala adalah wakil dari Adm.Pabrik yang membawahi kepala pabrik, kepala Keuangan, kepala tanaman, dan lain.lain. Tidak heran kalau pengetahuan teh pak Tri cukup luas. Di situ kami diajari cara menyeruput teh untuk bisa mendapatkan aroma dan rasa yang dicari di dalam teh. Walau kelihatannya mudah tetapi ternyata ketika dipraktekan ternyata sulit juga. Teh dalam sendok teh diseruput dalam satu kali seruputan dan sampai terdengar Srottt, kemudian dibiarkan mengabut di dalam mulut untuk didapat aroma dan rasanya, setelah itu baru dibuang ke tempat khusus

Semula saya pikir tea taster pabrik mencicipi teh dengan meminum hingga menelannya. Saya membayangkan berapa cangkir saja yang masuk ke perut. Padahal satu grade saja sudah sekitar lima finest. Apa tidak kembung?

Ternyata setelah menyaksikan cara tea tasting langsung di pabrik, saya baru tahu kalau untuk mencicipi teh tidak perlu harus meminumnya. Cukup dirasakan di lidah.

Pada kesempatan tersebut saya juga membawa beberapa teh hitam untuk coba di tasting bersama-sama. Saya membawa Darjeeling dari Margaret’s Hope SFTGFOP (Super Fine Tippy Golden Flower Orange Pekoe), Darjeling dari Arya SFTGFOP, Tambi Pekoe Souchong, Malino BTC, Darjeling dalam kemasan Jepang (Darjeeling yang direpacking di Jepang) dan juga diseduh Walini CTC BP1.

Di situ saya baru tahu bahwa ada perbedaan parameter dalam hal tea tasting antara produsen dan penikmat teh. Menurut pak Trie dan pak Dudhie, dalam Darjeeling ada aroma asing, yang biasanya dalam parameter kualitas teh di Indonesia malah dianggap sebagai suatu produk gagal.

“Tetapi, kalau dari sisi Marketing hal ini malahan sebenarnya bisa menjadi sebuah ciri khas”, kata pak Dudhie. Lebih lanjut dia menambahkan kalau dulu perkebunan teh di Daerah Talun juga memiliki suatu teh yang memiliki ciri khas yang khusus. Tetapi sejalan dengan sistim klonalisasi dimana pada saat peremajaan teh, banyak pohon teh yang diganti dengan bibit pohon teh bibit unggul yang telah dikembangkan, sehingga dapat dikatakan terjadi penyeragaman bibit pohon teh. Hal ini yang menyebabkan ke khasan beberapa teh dari daerah tertentu menjadi hilang.

Dalam melakukakan tea tasting, digunakan ukuran 5.6 gram teh kering untuk 210mm air. Ada satu tip dari pak Tri dalam hal penggunaan air. Menurut beliau air itu memiliki kehidupan. Gunakan air yang mendidih untuk pertama kalinya. Artinya jangan rebuh air lebih dari satu kali.

Dari hasil tasting, pak Trie mengatakan yang paling bagus adalah Darjeeling kemasan Jepang. Kalau menurut lidah saya, saya lebih suka dengan Darjeeling Arya. Aroma dan rasanya terasa lembut. Margaret’s hope strengthnya lebih kuat, apalagi
Darjeeling Kemasan Jepang. Tambi Pekoe So
uchong terasa lebih pahit begitu juga dengan Walini.

Beberapa teman juga mengatakan Walini cukup pahit. Dari pengalaman saya, Walini CTC memang lebih strong dan lebih pahit. Biasanya saya gunakan ukuran ½ dari ukuran teh Orthodox..


Selesai tea tasting teh hitam, saya share Gong Fu cha, yaitu cara seduh teh ala Cina. Dalam kesempatan tersebut saya coba seduh Cooked Puerh usia 8 tahun, Kuding Cha, Ti Kuan Yin dan Ginseng Oolong. Beberapa teman banyak yang suka dengan Ti Kuan Yin. Menurut pak Dudhie, aromanya adalah aroma anggrek panda. Aroma wanginya bahkan cukup awet tertinggal di cangkir bekas minum.


Photo-photo lain dapat dilihat di
http://laresolo.multiply.com/photos/album/75/Tea_Tasting_di_Gunung_Mas



Sunday, 27 January 2008

Teh hitam Kertowono


Entah untuk keberapa kalinya, betapa saya sangat merasa beruntung memiliki teman-teman di dunia maya. Terkadang teman-teman tersebut tidak disangka-sangka tetangga dekat, Cuma beda komplek perumahan belaka. Salah satu teman saya dari milist Jalansutra dan milis pecinta teh adalah mas Dayat, yang ternyata selain penggemar teh, juga memiliki pengetahuan yang cukup luas. Dari beliau akhirnya saya mendapatkan teh hitam Kertowono produksi PTPN XII.

Perkebunan teh Kertowono terletak di Gunung Bromo dan Semeru, tepatnya di Kecamatan Gusi Alit, kabupaten Lumajang Jawa Timur. Dari arsip tulisan website Republika, saya dapatkan informasi bahwa teh di perkebunan tersebut ditanam sejak tahun 1910 oleh NV Ticderman Van Kerchen, sebuah perusahan milik pemerintah belanda yang membuka lahan tersebut sejak 1875.

Kemasan teh berwarna hijau dengan gambar gajah dan gambar gunung cukup menarik. Hanya sayangnya, di dalam kemasan teh hanya dibungkus plastik bening biasa, bukannya aluminium foil. Seperti halnya teh tambi, di kemasan juga dituliskan sedikit informasi mengenai perkebunan teh serta petunjuk menyeduh teh. Berikut saya kutipkan informasi yang tertulis di kemasan sebagai perbandingan:

Teh hitam Kertowono diproduksi oleh PTPN XII (Persero) Kebun Kertowono Lumajang, berasal dari lereng pegunungan Bromo Tengger pada ketinggian 600 – 1250m DPL. Pemetikan daun teh berasal dari pucuk 2 daun dan diolah secara CTC.

Cara menyeduh teh yang benar:

1. Gunakan air dari mata air pegunungan atau air dengan rasa netral.

2. Panaskan air hingga mendidih 1 kali dan jangan terlalu lama atau mendidih 2 kali.

3. Masukkan bubuk teh ke dalam teko proselin/keramik selama 5 menit kemudian pisahkan ampasnya (disaring). 2 gram teh atau 1 peres sendok teh uncuk secangkir (140 ml) air yang telah mendidih.

4. Teh siap disajikan, tambahkan gula dan untuk variasi dapat ditambahkan jeruk atau susu.

5. Hindarkan menyimpan air teh pada thermos.

Suatu informasi yang cukup lengkap. Bahkan hingga diinformasikan jenis mesin pengolahnya, sekalipun mungkin untuk orang awam agak kurang dapat dimengerti artinya.

Saya informasikan kembali, bahwa untuk teh hitam ada dua metode pengolahan, yaitu sistem Orthodox dan CTC (Crush, Tear & Curl). Perbedaan dua metode tersebut adalah pada mesin pemotong daun tehnya. Kalau Orthodox menggunakan silinder untuk menggulung dan merobek daun teh, sedangkan metode CTC menggunakan pisau untuk mencacah daun teh.

Kalau berdasarkan informasi yang tertulis di kemasan, grade dari teh ini mestinya adalah BP. Kalau dibandingkan dengan Walini, warna daun teh kering jauh lebih hitam, hanya finestnya lebih kecil. Aroma wangi terasa menyerbak, baik sebelum dan sesudah diseduh. Rasa manis terasa, sekalipun belum dipakai gula. Dan sudah barang tentu jangan bandingkan manisnya dengan kada manis gula. Warna seduhan cukup bold, seperti halnya teh hitam CTC pada umumnya.


Wednesday, 23 January 2008

Teh hitam Tambi


Pertama kali saya mengenal teh Tambi adalah ketika hendak melakukan tea class khusus teh hitam bersama mbak Ratna Soemantri pemilik tea Galery. Teh tersebut dikirim oleh mas Purna, salah seorang teman dari milist jalansutra. Sayang sekali teh yang dibawa pada saat itu tampaknya sudah agak terlalu lama mengalami penyimpanan dan tidak disimpan secara baik, tetapi hanya dibungkus plastik biasa. Pada waktu itu saya masih belum bisa mengeksplore rasa teh tersebut, karena rasa yang ada mengalami reduksi yang cukup signifikan. Pada waktu itu yang saya rasakan adalah aroma tembakau yang cukup tajam, sehingga saya sempat mengira teh tersebut mengalami induksi aroma lain dari luar. Saya sempat menduga dan bertanya-tanya, apakah kebun tehnya berdekatan dengan tembakau?

Saya sempat bertanya kepada mertua mas Purna, yang kebetulan adalah mantan direktur dari PT. Tambi. Menurut beliau, kemungkinan terinduksi atau lebih tepatnya beliau menyebut sebagai Tainted Tea dikarenakan beberapa kebun teh berdekatan dengan kebun rakyat yang diantaranya adalah kebun tembakau.

Akan tetapi beberapa pengalaman saya mencoba teh yang sudah kadaluarsa, ternyata memiliki rasa dan aroma tembakau yang cukup tajam. Jadi kesimpulan sementara saya kemungkinan aroma tembakau pada teh tambi yang saya coba pada waktu itu dikarenakan teh tersebut sudah kadaluarsa. Yang perlu dicatat, pengertian teh kadaluarsa disini bukannya teh tersebut tidak bisa diminum lagi dan beracun, tetapi teh tersebut sudah mengalami perubahan rasa dan aroma yang cukup berbeda.

Untungnya tak berapa lama kemudian mas Purna mengirim saya lagi teh Tambi dalam kemasan yang lebih baru. Tidak tanggung-tanggung, bukan cuma satu malah ada tiga macam varians teh tambi yang saya terima pada saat itu. Sekarang mari bersama-sama kita ekplore teh tambi tersebut.

Perkebunan teh Tambi, di bangun sejak tahun 1865, merupakan peninggalan salah satu perusahaan milik Belanda yang diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia, seusai revolosi kemerdekaan. Teh tambi di tanam di lereng antara Gunung Sumbing dan Sindoro yang memiliki ketinggian 800 hingga 2000 meter di atas permukaan laut. Dengan curah hujan 2500 – 3000 mm pertahun, dan luas areal sekitar 829 ha, perkebunan ini mampu menghasilkan teh hitam dengan produksi 1800 sd 2000 ton per tahun.

Seperti halnya dengan perkebunan teh Indonesia lainnya, sebagian besar hasil diproduksi di ekpor ke luar negeri. Dan tentunya teh yang kualitas nomor satu yang di ekpor, sedangkan teh kualitas rendahnya kebanyakan diserap oleh pasar Indonesia.

Tetapi teh Tambi juga memasarkan teh kualitas BOP dan peko Souchong dalam kemasan, selain teh celup dengan merk tambi. 3 varians teh yang saya terima dari mas Purna adalah teh Tambi Broken Orange Pekoe, Pekoe Souchong dan BPS (Broken Pekoe Souchong?). Saya baru mencoba 2 varians yaitu BOP dan PS.

Satu hal yang saya perlu apresiasi terhadap teh tambi adalah adanya usaha edukasi. Selain menyebutkan Grade teh di kemasan juga ditulis cara untuk cara menyeduh teh yang baik dan benar. Berikut saya kutip petunjuk menyeduh teh ala tambi dari kemasannya:


1. Bersihkan dahulu poci dengan air mendidih.
2. Masukkan teh satu sendok makan ke dalamnya.
3. Tuangkan air mendidih secukupnya.
4. Tunggu 5-6 menit sebelum dituangkan ke dalam gelas/cangkir
5. Jangan membiasakan menyekap teh dalam termos.


Sekalipun tata cara tersebut terlalu sederhana, dan mungkin tidak dapat dimengerti secara jelas, tampak adanya usaha edukasi. Salah satu kekurangan dari petunjuk di atas adalah takaran air. Satu sendok makan untuk berapa ml air? Secukupnya kemungkinan adalah disesuaikan dengan selera, kalau mau pekat airnya dikurangi.

Satu hal lagi kekurangan dari teh ini adalah design kemasan yang terlalu sederhana dengan warna yang tampak oldies. Gambar wayang yang semestinya bisa menjadi teh ini tampak klasik dan elegan, karena design dan warna yang sederhana, kesan tersebut malah tidak ada. Kekurangan lain yang cukup fatal adalah daun teh kering hanya disimpan didalam plastik bening biasa, sebelum dimasukan ke dalam kemasan utama. Sayang sekali, teh kualitas bagus semestinya dikemas dalam alumininium foil, sehingga rasa dan aroma lebih lama terjaga keawetannya.

Rasa dan teh Tambi kualitas BOP cukup lembut, dengan semburat wangi yang terasa menyergap indera penciuman. Bahkan aroma wangi ini sudah tercium ketika teh baru dituang ke cangkir. Ketika di dalam mulut, wangi makin mempesona dan ketika diminum, aroma wangi turut serta bersama nafas dan seakan berputar tidak mau beranjak dari rongga hidung. Aroma wangi bahkan masih samar tertinggal di bekas cangkir teh. Dengan after taste manis, teh Tambi telah membuat saya jatuh hati.

Monday, 21 January 2008

Teh obat kaki bau

Teh memiliki manfaat yang besar untuk kesehatan tentu sudah bukan menjadi rahasia lagi. Berbagai kandungan teh seperti Flavonoid, Katekin, Fluoride, dsb banyak sekali manfaatnya.

Beberapa waktu yang lalu saya menyaksikan acara Oprah Winfrey di Metro TV, dan pada saat itu acaranya adalah ask dr. Oz. Dalam acara ini para penonton boleh menanyakan apa saja yang ada kaitannya dengan kesehatan dan semuanya dijawab dengan detail dan ilmiah oleh dr. Oz, yang walaupun specialisasinya adalah dokter bedah jantung, tetapi ternyata memiliki pengetahuan kesehatan yang amat luas.

Salah satu pertanyaan yang menarik adalah pertanyaan seorang penonton yang memiliki masalah dengan bau kaki. Sudah berbagai upaya dan cara mencuci kaki, tetapi tidak memberikan solusi.

Menurut dr. Oz, masalah bau kaki dipicu oleh keringat dan bakteri. Salah satu cara yang dianjurkan oleh dokter Oz adalah dengan merendam kaki tersebut dengan seduhan teh hangat kurang lebih satu jam. Zat asam Tannic yang adalah dalam kandungan teh dapat membantu menetralisir bakteri penyebab bau. Tidak ada salahnya untuk dicoba.

Saturday, 29 December 2007

Teh Goalpara Hijau


Beberapa waktu yang lalu Vanda, salah satu member milist Pecinta Teh bertanya kepada saya. “Bagaimana pendapat bapak mengenai teh Goalpara hijau? Saya terbiasa minum teh ini".

Sekilas, teh hijau seduh yang dijual dalam kemasan, apakah itu merk Kepala Jenggot, Dua tang maupun Goalpara bukan teh kualitas baik. Campuran daun tua dan batang tetaplah mendominasi. Batang teh tampak terlihat pada potongan berwarna putih di daun teh keringnya. Seduhan teh juga berwarna coklat tua, dan cenderung agak keruh.

Belum lama ini, sewaktu tea tasting di rumah Mbak Haley beberapa waktu yang lalu, kebetulan saya membawa teh hijau Goalpara untuk di tasting. Rasanya, mohon maaf dapat dikatakan horible kalau diminum tanpa gula. Selain rasa sepet, ada rasa pahit dan sedikit getir di lidah. Rasa getir ini juga dirasakan oleh peserta tea tasting lain pada waktu itu. Dugaan saya rasa getir ini dihasilkan oleh batang teh yang tercampur.


Kira-kira hanya itu yang dapat saya katakan mengenai teh hijau Goalpara. Kalau menurut saya, lebih enak teh wangi melati cap botol. Dengan komposisi daun teh tidak terlalu banyak dan waktu seduh sekitar tiga menit, menghasilkan teh wangi melati bening. Sekalipun masih ada sedikit rasa sepet, tetapi masih bisa saya nikmati tanpa gula. Yang jelas, sama-sama teh hijau, udah gitu kandungan katekinnya juga lumayan tinggi (sekitar 9%).

Saturday, 8 December 2007

Katekin dan kualitas teh Indonesia

Beberapa waktu yang lalu, saya mendapat forward email dari pak Gatot Purwoko, sobat saya di milist jalansutra yang telah mengencourage saya untuk terus belajar soal teh. Isi email yang diforward kepada saya adalah tentang tulisan yang menyatakan bahwa teh Indonesia lebih menyehatkan dengan alasan kandungan katekin teh Indonesia jauh lebih besar dibandingkan dengan teh China, Jepang dan Srilangka. "Saya tunggu koment dari mas Bambang mengenai tulisan ini", begitu kalimat pak Gatot di akhir emailnya.

Tentu saja saya mesti mengumpulkan data-data terlebih dahulu untuk dapat berkomentar. Tulisan lebih lengkap mengenai isi tulisan di atas saya temukan dalam tulisan Kusmiyati Bambang yang berjudul Prospek Teh Indonesia sebagai minuman Fungsional.
Dalam tulisan tersebut dikatakan bahwa teh Indonesia kandungan katekinnya bahkan lebih tinggi dibanding teh Sencha atau teh Oolong China. Berikut saya kutipkan tabel perbandingannya:

Tabel 1. Katekin pada beberapa jenis teh Indonesia (Bambang et al. , 1995)

Negara

Jenis teh

Substansi katekin (% b.k.)

Indonesia

teh hitam Orthodox

8,24

teh hitam CTC

7,02

teh hijau ekspor

11,60

teh hijau lokal

10,81

teh wangi

9,28

Jepang

sencha

5,06

Cina

teh oolong

6,73

teh wangi

7,47

Sri Lanka

teh hitam BOP

7,39

Dari tabel di atas terlihat bahwa kandungan katekin teh Indonesia, khususnya teh hijau dua kali lipat dari Sencha atau teh teh Oolong China.

Katekin adalah salah satu turunan dari Poliphenol yang memiliki khasiat antioxidant yang tinggi. Dipandang dari sisi kesehatan, makin tinggi katekin berarti makin bermanfaat buat kesehatan. Akan tetapi ironisnya, ditinjau dari sisi rasa, memiliki perbandingan yang terbalik.

Katekin, juga berperan penting di dalam menentukan aroma dan rasa. Rasa pahit dan sepet dalam teh sangat dipengaruhi oleh zat ini. Berarti makin tinggi katekin, makin tinggi pula rasa pahit dan sepetnya.

Faktor kadar katekin selain dari waktu panen teh, intensitas sinar matahari, juga kemudaan daun teh. Pucuk pertama daun teh, kandungan katekinnya lebih tinggi dibanding daun teh yang lainnya. Begitu juga waktu panen. Teh Jepang yang dipanen pertama kandungan katekinnya paling rendah dibanding dengan panen-panen pada bulan berikutnya. Gyokuro yang hanya terkena sinar matahari pagi, kandungan katekinnya juga lebih rendah. Dan faktanya teh-teh dengan katekin rendah justru yang rasanya lebih baik. Perkecualian adalah teh putih. Ini ini memiliki kandungan katekin yang paling tinggi. Karena selain mengalami proses yang teramat singkat, daun dipakai adalah pucuk daun yang benar-benar sangat muda. Untuk grade terbuat malahan dibuat dari kuncup daun teh yang belum mekar. Akan tetapi rasa dan aroma teh ini sangat lembut. Hampir tidak ada rasa pahitnya sama sekali.

Factor ini yang juga sering dikeluhkan oleh para buyer teh dari luar negeri. Dan kenyataannya dari sisi rasa, teh hijau Indonesia masih kalah kalau dibandingkan dengan teh hijau Cina dan Jepang. Hal ini juga diakui oleh Kusmiyati Bambang yang dalam tulisannya disebutkan bahwa sebagai minuman fungsional, teh Indonesia yang kaya katekin masih akan menghadapi kendala rasa yang kurang disukai. Teh ini memiliki rasa pahit dan sepet yang menonjol yang membedakannya dengan teh hijau Cina dan Jepang.

Sebagai bahan pembanding lain, coba perhatikan kadar katekin di dalam teh dalam kemasan berikut ini (tabel masih satu sumber dengan tulisan Kusmiyati Bambang):

Tabel 6. Kadar katekin teh dalam kemasan

No

Merek

Jenis

Bentuk kemasan

Katekin (%)

1

2 Tang

teh hit@m1breakfast tea

double tea bag

8,82

9,40

2

2 Tang

teh hitamlafternoon tea

double tea bag

8,78

7,74

3

2 Tang

teh hitam

single tea bag

6,95

7,25

4

SariWangi

teh hitam

double tea bag

5,49

5,19

5

Goalpara

teh hitam

bungkus

5,70

6,12

6

Goalpara-excelentTea

teh hitam

double chamber tea bags

7,85

7,87

7

Gunung Mas

teh hitam CTC

tea bag

8,12

8,06

8

2 Tang

teh hijau

tea bag

10,89

10,85

9

Kepala Jenggot

teh hijau

bungkus

12,31

12,30

10

Nirwana

teh hijau

bungkus

10,97

10,87

11

TEHINDO

teh hijau

bungkus

11,47

Dari daftar di dalam tabel diatas, tampak jelas bahwa kadar katekin teh hijau masih di atas kadar katekin teh hitam. Untuk teh hijau teh hijau cap kepala jenggot memiliki kadar katekin yang paling tinggi. Apakah kadar katekin ini juga memiliki korelasi dengan kualitas daun teh yang dipakai?

Dari sisi rasa, teh hijau dalam kemasan ini banyak yang mengatakan memiliki rasa yang cukup horible. Rasa sepet yang dominan, warna seduhan coklat tua. Dari pengamatan sekilas terhadap teh 2 tang hijau, saya dapatkan daun teh yang dipakai kebanyakan daun tua. Dari pengamatan sekilas tersebut, saya sementara menyimpulkan bahwa tingginya kadar katekin tidak memberikan kontribusi positif terhadap kualitas rasa dari teh.

Dengan kondisi seperti tersebut, dapatkah keunggulan katekin dijadikan suatu positioning dalam marketing untuk meningkatkan brand image teh Indonesia? Positioning yang juga tampaknya dilakukan oleh Mind Tea yang dijual secara MLM dengan jargon sebagai minuman kesehatan berkatekin tinggi.

Kalau dilihat dari trend pasar teh hijau yang menunjukkan grafik menaik, baik dari sisi jumlah penjualan maupun merk yang beredar, tampaknya potensi ini dapat dikembangkan lebih serius. Dan tampaknya brand image teh hijau lebih sehat juga sudah terlanjur melekat konsumen teh Indonesia. Melihat fakta ini saya cukup pesimistis jika mind tea yang dibanderol dengan harga cukup tinggi akan mampu merubah brand image ini. Apalagi kenyataan yang ada kandungan katekin teh hijau jauh lebih besar dibandingkan dengan teh hitam.

Akan tetapi perlu juga disadari faktor rasa teh dapat juga menjadi faktor penghambat Apalagi kalau kita memang mau mensosialisasikan minuman teh sebagai pengganti minum air putih biasa.

Factor rasa sepet ini pula yang menyebabkan teh hijau Indonesia, mesti ditambahkan gula atau pemanis lain untuk menetralisirnya. Dan sudah menjadi pengetahuan umum, untuk menjaga kesehatan gula termasuk hal yang perlu dikurangi dan dihindari. Apalagi kalau teh dengan pemanis gula dijadikan minuman kesehatan yang konsumsinya ditingkatkan sebagai pengganti air putih, tentu akan bertambah masalah karena kelebihan minum gula, yang kemudian akan menjadi pemicu masalah kesehatan lainnya seperti meningkatnya risiko diabetes dan masalah obesitas. Suatu hal yang seharusnya malahan dapat dieliminasi oleh khasiat teh itu sendiri.

Kalau menurut pendapat saya, paling utama adalah justru meningkatkan kualitas rasa dari teh itu sendiri dengan mengurangi faktor biterness dan astringency dalam teh Indonesia. Menurut tulisan Kusmiyati Bambang, rasa pahit dan sepet pada teh hijau Indonesia dapat dikurangi dengan proses pemanasan seperti terjadi pada produk pengolahan teh wangi (Bambang, 1985).

Cara lain bisa juga dengan mengklasifikasikan kualitas teh berdasarkan waktu panen. Akan tetapi itu sama juga artinya dengan mengurangi kandungan katekin dalam teh Indonesia. Apakah dengan begitu berarti kadar kesehatan dari tehnya jadi berkurang?

Tinggi dan rendahnya kadar katekin teh yang kita minum menurut saya dapat disiasati dengan peningkatan jumlah cangkir teh yang kita minum. Kalau anda minum 2 cangkir teh berkatekin 12% misalnya, apakah tidak sama dengan minum 4 cangkir teh dengan kandungan katekin 6% misalnya. Wah, tambah boros dong?

Boros atau tidak memang relatif. Yang perlu diingat adalah satu sendok teh, bisa seduh 2 atau tiga kali, bahkan bahkan berkali-kali (tentu saja rasa dan aroma teh sudah berkurang). Syaratnya adalah jangan merendam daun teh terlalu lama dan menyaringnya. Untuk teh hijau seduhan pertama hanya diperlukan waktu tiga menit, dan ditambahkan satu menit tiap seduhan berikutnya. Yang perlu disosialisasikan adalah bagaimana cara menyeduh teh yang baik dan benar.

Jadi mau teh enak atau teh sehat? Tentu pilih teh enak dan sehat to. Emangnya minum teh seperti minum jamu.

Saturday, 24 November 2007

Myanmar tea



Ketika salah seorang teman kantor mendapat tugas untuk pergi ke Myanmar, iseng-iseng saya berpesan, “Jangan lupa beliin saya teh Myanmar ya”.

Tetapi mungkin karena teman saya kurang paham dengan masalah teh, atau memang dia tidak punya waktu yang luang untuk mencari-cari teh, dia bawakan saya satu bungkus teh yang tampaknya bukan teh kualitas baik. Tertulis di kemasannya Htate Htarr Lay, Natural Green tea. Di dalam kemasan, teh dibungkus dengan plastik bening biasa. Daun teh kering berwarna kehitaman, mirip dengan teh hijau wangi melati Indonesia, yang tentu saja minus aroma melatinya. Alih-alih aroma melati, aroma yang ada malahan aroma apek bau tanah. Karena aromanya tersebut, pada waktu itu saya kurang tertarik untuk mengekplore lebih jauh tentang teh Myanmar.

Selang beberapa waktu, ketika saya menata kembali beberapa teh koleksi saya, teringat bahwa ada teh Myanmar ini belum pernah di coba,dan belum saya ekplore. Informasi yang saya temukan mengenai Htate Htarr lay di internet, hanya beberapa daftar produk mereka. Selain teh hijau, mereka juga memproduksi white tea dan Oolong tea. Akan tetapi, sama seperti halnya teh-teh bermerk lainnya, informasi mengenai grade tidak pernah dijelaskan di dalam kemasannya.

Dari beberapa informasi yang saya dapatkan, ternyata teh Myanmar cukup menarik untuk dieksplore lebih jauh.

Di Myanmar, ada beberapa varians pohon teh yang dibudidayakan. Selain varians Camellia Sinensis (sama halnya dengan pohon teh di China dan Jepang), juga ada varians Camellia Assamica (sama halnya dengan pohon teh di India dan Indonesia). Menurut catatan sejarah, pohon teh asli ditemukan di daerah Ayyeyarwaddy, yang kemudian berkembang ke berbagai daerah di Myanmar. Beberapa pakar teh, menyebutkan Myanmar juga memiliki satu klon pohon teh asli dari Myanmar yang disebut sebagai Camellia Arrawadimis.

Di Myanmar, teh bukan hanya dikenal sebagai minuman, tetapi juga merupakan bagian dari makanan traditional yang sudah ada sejak 2000 tahun lalu. Daun teh dibuat semacam pasta yang kemudian akan menjadi semacam asinan, yang disebut sebagai Laphet. Makanan ini sering juga disebut sebagai Pickled tea atau Salad tea. Laphet bukan sekedar makanan biasa, tetapi sudah merupakan bagian dari kultur sosial budaya. Laphet disajikan sebagai bagian acara ceremoni keagamaan, welcoming guest, bahkan juga dijadikan camilan di depan televisi.
(Photo Laphet di ambil dari http://www.sfgam.com/blog/laphet-thote-%e2%80%93-fermented-tea-leaf-salad/)

Saat ini saya belum bisa menulis banyak tentang Laphet, karena sama sekali belum pernah mencoba sendiri. Mudah-mudahan suatu saat saya bisa mendapatkan kesempatan untuk mencicipi Laphet.


Kembali lagi ke natural green tea merk Htate Htarr lay. Bau apeknya mengingatkan saya kepada bau puerh. Warna daun teh kering, berwarna kehitaman, tetapi tidak segosong teh hijau wangi melati kita. Warna kehitaman kemungkinan karena proses oksidasi, dikarenakan teh hanya dikemas di dalam kemasan plastik sederhana. Daun teh kering masih berbentuk daun utuh. Warna seduhan cenderung berwarna coklat. Rasanya pahit dan aroma tanahnya mirip-mirip dengan raw puerh usia muda. Ada jejak rasa yang tajam yang tertinggal di lidah seusai minum teh ini. Bukanlah teh yang cukup enak dinikmati. Entah karena memang kualitas teh yang kurang baik, atau memang seperti itu rasa teh Myanmar, saya masih belum begitu mengerti. Mesti memiliki perbandingan teh lain. Akan tetapi dari kaidah umum kualitas teh, kualitas yang baik semestinya tidak berasa pahit dan beraroma yang enak. Puerh kualitas baikpun juga tidak lagi beraroma tanah apek.

Mungkin ada teman-teman yang pernah mencoba Myanmar tea dan bisa share pengalamannya? Terus terang saya sangat penasaran dengan yang namanya Laphet. Saking penasarannya saya coba cari informasi tentang Laphet di kedutaan Myanmar. Barangkali saja, saya bisa mendapatkan informasi dimana saya bisa dapatkan Laphet di Indonesia.
"Aduh saya tidak tahu. Disini kebetulan tidak ada divisi budaya. Kami hanya mengurusi soal politik saja". Begitu jawaban yang saya terima dari staff kedutaan Myanmar. Haiya...