Dengan intonasi yang berbeda, judul di atas dapat memiliki dua arti. Kalau kita baca dengan logat dan intonasi Sunda, mungkin dapat dibaca begini, Saya teh, Jalansutra ...
Artinya bisa menjadi semacam pengakuan atau kebanggaan telah menjadi salah satu bagian dari milist jalansutra. Nama jalansutra, memang sering saya gunakan ketika meminta izin melakukan pemotretan entah tempat atau makanan kepada pemilik restaurant. Bukan bermaksud untuk mendapatkan servis lebih atau Discount, tetapi lebih kepada kemudahan memberikan alasan kenapa saya harus motret tempat mereka.
Hal tersebut saya lakukan, karena iasanya, ketika meminta izin, pasti akan ditanya, “Bapak dari mana?”.
Saya tidak mungkin menjawab dari sebuah media, karena memang bukan wartawan. Satu jawaban yang masuk akal, adalah saya jawab, dari klub jalansutra, sebuah klub pencinta jalan-jalan dan makan-makan. Kebutuhan saya untuk memotret adalah untuk sharing kepada teman-teman lain.
Nama jalan sutra secara tidak sengaja juga saya gunakan sebagai kartu pers. Ceritanya dalam rangka ulang tahun Urasanke Indonesia, diadakanlah sebuah CHANOYU, yaitu upacara minum teh ala Jepang yang diselenggarakan di Hotel Nikko. Kebetulan salah satu panitia acara ini adalah ibu Suwarni yang saya kenal lewat kegiatan jalansutra. Lewat ibu Diah, dari teh Malino (yang saya kenal berkat tulisan saya di jalansutra juga), saya diundang dan ditanya mau duduk di kursi tamu atau pers? Karena saya ingin bebas memotret, saya pilih duduk di kursi Pers. Oleh karena itu, ketika saya datang, saya mendapatkan kartu pers dengan tulisan JALANSUTRA.
Tentu saja tidak semua orang kenal dengan nama jalansutra. Untuk menghadapi situasi seperti ini, untuk mempermudah biasanya memang saya pinjam nama pak Bondan Winarno, yang memang jauh lebih dikenal. Saya katakan klub jalansutra adalah asuhan pak Bondan Winarno, pengasuh acara wisata Kuliner. Banyak dari mereka yang langsung memahaminya.
Faktanya memang alasan pertama saya masuk klub ini karena kesukaan saya membaca tulisan pak Bondan Winarno. Saya menyukai tulisan pak Bondan, bahkan jauh sebelum beliau menulis tentang jalan-jalan dan makan. Saya mengikuti tulisan beliau semenjak beliau menulis KIAT, yang membahas tentang manajemen dengan gaya yang ringan tetapi sangat menarik (kalau gak salah sekitar tahun 80-an). Kebetulan, saat masih kuliah, saya ikut aktif dalam Bulletin Kampus, dimana saya sering menulis tentang pemasaran dan periklanan dalam buletin tersebut. Tulisan KIAT pak Bondan, banyak memberi inspirasi saya.
Semenjak tulisan KIAT menghilang dari majalah Tempo, (dan walaupun saya telah mengkoleksi 2 buah buku kumpulannya), saya merasa kehilangan tulisan beliau. Baru pada tahun 2005, saya menemukan kembali tulisan beliau di Kompas On-line di kolom jalansutra. Hanya kali ini memang apa yang ditulis jauh berbeda dengan sebelumnya.Beliau tidak lagi menulis tentang manajement, tetapi menulis tentang makanan dan tempat makan, tetap dengan gaya yang sama menariknya. Dalam kolom ini, di pokok kanan atas ada satu banner kecil bertuliskan Milist Jalansutra. Banner itulah yang menjadi titik awal saya bergabung dengan milist jalansutra.
Arti kedua dari judul di atas dapat dibaca SAYA, TEH dan JALANSUTRA. Faktanya, lewat jalansutra akhirnya saya menemukan passion khusus mengenai teh, yang pada akhirnya membuat saya banyak melakukan kegiatan yang berhubungan dengan teh. Walaupun belum merubah jalan hidup saya, tetapi paling tidak telah memberi arah, mimpi dan cita-cita saya.
Berkenaan dengan ulang tahun jalan sutra pada tanggal 22 besok, saya coba merenungi dan menelusuri perjalanan saya di milist ini.
Satu hal yang sempat membuat saya terkejut adalah pertanyaan tentang teh merupakan postingan saya ketiga di awal-awal saya bergabung dengan jalan sutra. Postingan pertama saya adalah menjawab pertanyaan tentang Rafting (dimana menjadi passion saya pada waktu itu), dan postingan kedua adalah tentang pengalaman rafting saya.
Pertanyaan tentang teh tersebut saya posting setelah membaca tulisan pak Bondan tentang Etika minum teh. Dari postingan tersebutlah, akhirnya saya berkenalan dengan mas Arie Parikesit, yang kata cak Uding, koleksi tehnya satu lemari penuh. Beliaulah yang membukakan mata saya betapa teh ada banyak macamnya. Dapat saya katakan mas Arie merupakan mentor pertama saya khusus mengenai teh.
Semenjak itu, saya rajin mencoba berbagai merk teh (merk, bukan jenis teh), dan menuliskan pengalaman saya di milist ini. Sewaktu saya menuliskan pengalaman saya mencoba teh cap Mawar, Tiurlan Sitompul, salah satu Jser yang juga pecinta teh, mengirimkan saya 2 bungkus teh. Sebagai barter, beliau minta saya mengirimkan cap mawar saya. Walaupun Tiur tidak menulis jenis teh apa yang dia kirim, tetapi lewat hasil searching di Google dan berdasarkan photo-photo yang ada, saya tahu dia kirim Silver Needle atau Teh putih, yang tentu saja harganya cukup mahal. Teh kedua yang dia kirm adalah teh Puerh. Sedangkan barter yang dia minta Cuma teh cap mawar (kelak, saya akan mengetahui bahwa teh ini jenis teh hitam, grade II, finest dust yang diberi aroma mawar).
Semenjak itu, minat saya terhadap teh semakin besar. Bukan sekedar jenis dan macam-macam teh, tetapi berikut budayanya.
Pertama kali saya belajar tentang budaya teh adalah belajar Gong Fu cha di tempat ibu Suwarni yang terselenggara berkat bantuan dari Elisa Sutanujaya. Beliaulah yang menjadi mentor kedua setelah mas Arie. Saya semakin giat untuk mengekplore berbagai macam jenis teh dan menuliskan pengalaman saya, baik di Jalansutra maupun di blog saya. Kalau sebelumnya saya menuliskan semua jenis tulisan, baik review tentang makanan, tentang keluarga juga teh di http://laresolo.multiply.com saya memutuskan untuk membuat blog khusus tentang teh di http://kedai-teh-laresolo.blogspot.com
Berkat tulisan-tulisan di jalansutra dan di Blog, makin banyak yang membaca tulisan saya sehingga, sehingga kiriman teh juga semakin banyak. Selain dari beberapa perkebunan teh, juga dari pribadi-pribadi yang memang menggemari teh.
Salah satunya adalah pak Yopie Hendrik, Jser yang mengirim saya Ceylon Silver tip tea (White tea dari Ceylon), juga Long Tjing grade premium, Dragon pearl, Blooming tea, serta beberapa jenis teh lainnya. Ibu Lim Kim Soan, yang sering saya titipi beberapa peralatan teh dari Jepang, dan baru-baru ini mengirimkan teh Sincha untuk saya. Masih banyak teman-teman yang lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Lewat teh pula akhirnya saya dipertemukan dengan Ratna Somantri. Beliau selain seorang pecinta teh, juga profesional di bidang teh. Pernah mengelola Tea Gallery dan menjadi konsultan dan pembicara khusus mengenai teh. Kami sering ketemu lewat beberapa event tea class yang diselenggarakan oleh Jalansutra. Karena persamaan visi dan misi (kayak partai aja), akhirnya kami sepakat membuat sebuah milist khusus tentang teh. Nama milistnya adalah Pecinta_teh@yahoogroups.com. Salah satu Visi dari milist ini adalah untuk meningkatkan apresiasi masyarakat Indonesia terhadap teh.
Pada awalnya, member dari milist ini adalah member jalansutra juga. Milist ini tak ubahnya sebuah kelompok kecil dari jalansutra. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu, member milis ini makin luas, walau ditinjau dari jumlah masih dapat dikatakan sangat kecil sekali. Beberapa produsen teh, peneliti teh, Dewan teh dan para profesional dibidang teh yang turut pula bergabung, membuat milist ini makin berwarna. Belum lama ini, milist ini juga sempat masuk dalam tulisan di harian Jakarta Post ( http://www.thejakartapost.com/news/2009/04/14/that-tantalizing-taste-tea.html ). Sebuah langkah kecil yang diharapkan dapat merupakan langkah awal untuk dapat mewujudkan visi dan cita-cita.
Ada satu hal yang saya tidak pernah lupa, Captain Gatotlah yang selama ini mengencourage saya untuk tekun mempelajari teh.
“Suatu saat nanti, saya yakin anda akan menjadi salah satu tempat bertanya khusus mengenai teh”, itu kata-kata beliau yang selalu saya kenang.
Pada akhirnya kata-kata pak Gatot memang menjadi pertanyaan. Beberapa media atau pribadi sering menanyakan saya hal-hal yang berkenaan dengan teh. Ada yang untuk bahan skripsi, ujian akhir, dsb. Satu hal yang membuat saya suka tersenyum simpul adalah beberapa pertanyaan sederhana, seperti tentang jenis-jenis teh, apa beda teh hijau dan teh hitam, karena ternyata pertanyaan-pertanyaan itu pula yang pada awal-awalnya juga saya tanyakan di milist ini.
Masih ada banyak hal yang masih ingin saya lakukan. Pelajaran masih jauh dari usai. Saya masih ingin mendalami Chanoyu, serta budaya-budaya lain yang berkaitan dengan teh. Masih banyak cita-cita yang masih jauh dari jangkauan. Salah satunya adalah, bagaimana kita sendiri masyarakat Indonesia, dapat menikmati teh kualitas nomor satu hasil produksi kita sendiri. Sebagai contoh, teh hitam Orange Pekoe dari Malabar, adalah termasuk teh hitam kualitas nomor satu. Teh tersebut saya temukan di sebuah situs dan hanya dapat dibeli di perancis sana. Bukan satu hal yang mudah untuk meyakinkan para trader teh atau produsen teh untuk memasarkan teh premium mereka di Indonesia. Kalau secara hitung-hitungan rugi laba, memang cita-cita tersebut belumlah berhasil mendapatkan angka.
Lewat jalansutra pada akhirnya membuat saya suatu perenungan, bahwa lewat support, effort, dukungan, pengalaman dan kesempatan, membuat kita terpacu untuk melakukan sesuatu yang dapat memberi nilai tambah kepada diri kita sendiri pada khususnya, dan memberi manfaat kepada orang banyak pada umumnya.
Teh bukanlah sekedar minuman pelepas dahaga belaka, lebih dari itu teh merupakan sebuah budaya. Sejauh mana nilai dari budaya tersebut, tergantung dari bagaimana kita mengapresiasinya. Apakah sekedar menjadikannya minuman komoditas belaka, atau sebuah kegiatan yang memiliki nilai spritualitas yang bermakna.
Terima kasih jalansutra, yang menjadikan telah hidup saya jauh lebih bermakna.
3 comments:
Halo Pak.. Wah, saya suka baca tulisan Bapak loh :) Kebetulan saya juga penggemar teh, tapi pengetahuan saya tentang teh masih terbatas sekali. Saya semangat nih pengen baca tulisan-tulisan yang lain, tp pengen komen dulu di postingan yang ini :)Btw saya ikutan jadi member group tehnya ya, Pak, dan minta ijin memasang link ke blog ini dari blog saya.. Salam teh!
Oya Pak, btw saya sempet bikin postingan ttg ngeteh di http://ludugove.blogspot.com/2010/05/high-tea-atau-afternoon-tea.html
Kalo sempat monggo mampir dan dikomen, hehe.. Salam teh!
Hai Herfina,
Terima kasih sudah berkunjung. Saya sekarang juga sudah buka kedai teh, jadi bagi yang ingin belajar teh langsung bisa datang ke tempat saya.
Post a Comment