Monday, 29 October 2007

Teh Garut, teh beraroma kopi ringan


Sewaktu berlebaran di kampung istri saya di Garut, saya berkenalan dengan teh Garut yang agak unik. Pertama kali saya minum teh ini, sempat ragu, yang saya minum ini teh atau kopi, karena aromanya sangat mirip dengan kopi. Atau jangan-jangan tekonya yang tercampur bekas tempat menyeduh kopi? Ketika saya tanya Uwak saya, merk teh yang digunakan, dia tunjukkan sebungkus plastik teh dengan tulisan Kopi & Teh cap Ros.
Lha, berarti teh ini dicampur dengan kopi, begitu pertanyaan saya kepada Uwak. Tetapi hal ini tidak dibenarkan oleh uwak saya. Menurut dia, kebetulan si penjual juga jualan kopi. Atau jangan-jangan karena disimpan bersama-sama dengan kopi membuat aroma kopi menyerap ke dalam teh. Asal muasal aroma kopi masih menjadi teka-teki bagi saya.

Pertanyaan saya terjawab ketika saya pergi ke pasar Tradisional. Di sana saya temukan satu hal yang menarik yang mungkin tidak bisa didapatkan di tempat lain. Di dalam pasar, tersedia beberapa Kios teh yang khusus menjual teh kiloan dengan aneka kualitas. Semacam Tea House, tetapi teh yang dijual masih dalam batas teh kelas rakyat. Kios tersebut menjual dua macam teh, yaitu teh merah dan teh hijau. Khusus teh merah hanya tersedia dalam bentuk bubuk, sedangkan teh hijau ada banyak grade yang bisa dipilih. Kualitas paling rendah adalah bubuk teh dengan harga 500 rupiah per ons. Kualitas lain ada yang terdiri dari batang teh semua, ada yang campuran. Kualitas tertinggi dihargai seharga 3,500 rupiah per ons.

Saya coba beli kualitas terbaik, walau secara kasat mata masih tampak beberapa batang teh yang turut tercampur. Dan ketika teh tersebut hendak dibungkus saya ditawari oleh penjual apakah mau dicampur dengan bunga atau tidak. Ketika saya tanya bunga apa, menurut si penjual yang dipakai adalah bunga teh. Karena masih ragu saya minta bunganya di pisah saja.

Sesampainya dirumah, sebelum saya coba seduh saya perhatikan dan cium aroma tehnya. Aroma Gosong. Warnanya juga terlihat hijau kehitaman. Mungkin bagi yang belum tahu, dikira ini adalah teh hitam. Dibandingkan dengan teh merk terkenal seperti Sosro, teh ini jauh lebih hitam dan lebih gosong. Rupanya dari sinilah aroma kopi tersebut muncul. Dan saya masih penasaran dengan bunga teh yang disebutkan si penjual teh tersebut. Bunganya sudah berbentuk bubuk. Ketika saya cium aromanya, rasa-rasanya cukup familiar dengan aroma tersebut. Ya, tidak salah lagi, aroma Camomile. Ternyata bunga yang dibilang bunga teh tersebut adalah Camomile. Cukup unik memang. Kalau selama ini kebanyakan teh selalu dicampur dengan melati, di Garut digunakan Camomile.

Jadi kalau anda bermasalah dengan tukak lambung dan berpantang kopi, tetapi sewaktu-waktu kangen dengan aroma kopi, cobalah teh rakyat dari Garut. Teh dengan aroma kopi. Dan seperti yang saya tulis dalam review saya tentang Camomile tea , yang berkhasiat sebagai obat tidur, campuran camomile pada teh ini tidak akan membuat mata anda begadang seperti halnya sehabis minum kopi.

Sunday, 28 October 2007

Cerita pagi bersama Tongji


Dalam salah satu review teh saya , ada salah satu komentar dari Tresyabedkowska , seorang teman dari jalansutra dan MP yang bermukim di Polandia. “Saya paling suka teh tong tji, bisa kasih ulasan nggak pak? matur nuwun sanget loh!”

Dugaan saya yang dia tanyakan adalah teh Wangi Melati Tongji. Varian teh jenis ini dengan merk Tongji memang telah mengisi hati para penggemar teh.

Untuk jenis teh Wangi melati, ada beberapa merk yang pernah saya coba. Merk Gopek, Cap Botol, Tongji dan Sepeda balap. Sekilas, secara kualitas material daun teh, kesemua merk tersebut hampir sama. Daun teh berikut batang, dengan serpihan beberapa kuntum bunga melati. Kalau untuk aroma, menurut indera penciuman saya teh cap botol masih menjadi pilihan nomor satu. Nanti dalam kesempatan lain saya akan coba tea tasting kesemua merk tersebut untuk membandingkan siapa yang paling unggul.

Untuk varian teh seduh hitam ternyata tidak banyak pilihan. Yang saya temukan di jajaran rak supermarket adalah merk Goalpara, Cap Bendera, Teh Poci dan Tongji.
Karena selama ini teh Wangi melati Tongji cukup terkenal, menemukan teh hitam Tongji cukup menarik bagi saya. Kemasan 50 gram terlihat tampak cantik dengan gambar teko dan dua cangkir teh keramik.

“Hanya diambil dari daun paling muda dan diproses oleh ahli teh untuk menjamin rasa khas dan aroma yang unik” Begitu yang tertulis dikemasannya. Hmm.. cukup menarik untuk dicoba. Harganya cukup murah, sekitar 1500. Lalu saya banding-bandingkan dengan teh hitam Walini Orthodox yang harganya 3000 rupiah per 100 gram. Ekspektasi saya terhadap teh ini tentu tidak jauh dari Walini.

Ketika saya buka kemasannya, ekpekstasi saya bertambah tinggi, karena tehnya dibungkus dengan aluminium foil. Ya, aluminium foil adalah kemasan yang cukup baik untuk menyimpan teh. Tetapi ketika saya buka bungkus aluminium foil, ekpektasi saya langsung turun seketika.

Teh ini diproduksi dengan mesin sistim ortodhox. Warna teh didominasi serpihan warna coklat muda, bercampur dengan sedikit serpihan warna hitam. Ini yang membuat saya kecewa. Warna coklat menandakan teh ini dihasilkan dari daun tua, atau jangan-jangan malahan dicampur batang teh. Untuk daun teh yang muda, warna tehnya adalah hitam (itu sebabnya disebut sebagai teh hitam). Satu poin minus untuk teh ini.

Saya coba cium aromanya. Hmmm… kalau tidak ada yang salah dengan indera penciuman saya, teh ini dicampur dengan sedikit artifisial flavour. Ada sedikit aroma mawar, tetapi tidak sekuat aroma mawar pada teh merk Bendera dan Prenjak.
Saya masukkan teh dalam tea infuser lalu saya masukkan dalam cangkir air panas. Warna air dalam cangkir seketika berubah menjadi warna merah. Dua poin minus saya berikan kepada teh ini. Teh hitam kualitas baik, perubahan warna air menjadi warna merah terjadi secara perlahan. Biasanya dalam waktu 4-5 menit warna merah baru merata dalam keseluruhan air.

Empat menit sudah berlalu, dan ketika saya angkat tea infuser dari dalam cangkir, tampak tertinggal beberapa bubuk teh di dasar cangkir. Poin minus bertambah satu. Dugaan saya, grade yang digunakan oleh teh ini adalah broken mix, dicampur dengan dust dan fanning, dan kemungkinan malahan dicampur dengan pluff. Bubuk teh yang ada didasar cangkir dihasilkan dari grade dust, sedangkan serpihan warna coklat kemungkinan besar dihasilkan dari grade pluff. Rasanya? Ah, dengan beberapa poin minus diatas anda sudah bisa membayangkan sendiri bagaimana rasanya. Akhirnya teh ini hanya akan menjadi penghuni Museum tehku , alias sekedar menjadi koleksi.

Tuesday, 23 October 2007

Teh Malino, Teh Hitam dari Gowa, Sulawesi


“Sudah pernah coba teh Malino? Gimana ya rasanya?”, tulis Ervita , salah seorang teman dari jalan sutra dalam emailnya. “Nanti aku coba beli, karena kebetulan mertua saya dari sana. Kalau sudah dapat, nanti saya kabari bapak untuk dibagi”.
Wah, siapa yang mampu menolak tawaran menggiurkan begini. Dan minggu lalu, saya janjian makan siang dengan Ervita untuk mengambil oleh-oleh teh Malino tersebut.
Saya memang tidak berharap terlalu banyak untuk mendapatkan teh kualitas tinggi, karena hampir semua perkebunan teh di Indonesia hanya menjual teh kualitas tinggi mereka ke luar negeri. Untuk lokal, cukup kualitas dibawahnya saja.

Kemasan teh Malino sangat sederhana. Hanya terbuat dari kantong kertas coklat, dan ditempel dengan merk Malino berwarna hitam. Di dalam kantong, terdapat kemasan aluminum foil pembungkus teh tersebut. Di depan Ervita, kemasan tersebut langsung saya buka. Aroma yang tercium hanya slighty wangi. Ketika saya tabur sebagian di atas tisue, tampak butiran berwarna hitam, tetapi kebanyakan dalam ukuran kecil. Dari bentuk butiran daun, terlihat teh ini diproses dengan mesin Orthodox. Dugaan saya grade teh ini adalah grade I, dengan finest campuran antara sedikit BOP, dust dan fanning.

Tidak banyak informasi yang saya dapatkan dari hasil googling teh ini. Dalam situs resmi mereka, http://malino-tea.com, hanya diceritakan sedikit sejarah perkebunan teh ini, dan sedikit pengetahuan teh umum. Proses pembuatan teh juga dicantumkan, tetapi hanya photo belaka tanpa keterangan teks sedikitpun.

Teh Malino dihasilkan dari kebun teh di dataran tinggi moncong, Gowa, Sulawesi Selatan. Pendirian perusahan teh ini ini merupakan hasil kerja sama dari Mitsui Norin Co. Ltd dan PT. Dharma Incharcop Coy, sebagai share holder, dengan bendera PT. Nittoh Malino Tea.

Sampai di kantor, saya tak sabar untuk mencoba teh ini. Dengan menggunakan tea infuser, tampak jelas banyaknya grade dust yang dicampurkan. Ini tampak dari banyaknya butiran teh seperti debu yang keluar dari tea infuser. Tidak jauh beda dengan aroma teh keringnya, setelah diseduh juga tidak terasa aroma apa-apa. Rasanya cenderung agak flat, hampir mirip dengan teh Kajoe Aro dalam kemasan.

Ah, seandainya saja saya bisa mendapatkan kualitas BOP murninya, tentu ceritanya akan berbeda.

Terima kasih ya Ervita, untuk sharing tehnya.

Tuesday, 16 October 2007

Teh wangi melati: Teh Hijau atau teh Hitam?

Dulu saya hanya tahu dua macam teh, yaitu teh hitam dan teh hijau. Saya hanya tahu berdasarkan warna teh keringnya saja. Pokoknya kalau warna hitam pasti teh hitam, warna hijau ya teh hijau. Makanya tidak heran kalau teh wangi melati yang biasa saya minum saya pikir adalah teh hitam dicampur melati. Makanya saya terkaget-kaget ketika menemukan Chinese Jasmine tea yang terbuat dari green tea.

Ternyata selama ini saya salah sangka. Dan saya tidak sendirian, masih banyak orang mengira teh wangi melati adalah teh hitam. Dalam buku High Tea, gaya sehat ngeteh terbitan Gramedia bahkan dikatakan, kalau kita memesan segelas teh di seluruh Indonesia, niscaya yang terhidang di atas meja adalah teh hitam. Ditambahkan dalam buku tersebut, secangkir teh hangat yang diminum mulai dari bangun tidur, saat bertamu, saat makan siang, makan malam, atau makan apa saja, termasuk makan beling seperti di iklan televisi (pasti iklan teh botol Sosro), tak lain adalah teh hitam. Pernyataan teh wangi melati untuk teh poci sebagai teh hitam dicampur melati juga saya dapatkan disitus tentang kota tegal dan teh poci

Dulu saya juga mengira teh botol Sosro juga teh hitam, lha wong warnanya coklat pekat begitu. Tetapi, kalau diperhatikan dengan cermat, dalam botolnya tertulis bahan yang dipakai adalah teh hijau. Begitu juga dalam tiap kemasan teh wangi melati seduh, pasti disitu tertulis bahan yang dipakai adalah teh hijau dan bunga melati. Di Wikipedia versi Indonesia juga, juga disebut sebagai teh hijau.

Akan tetapi, masih banyak teman-teman pecinta teh yang bertahan pada pendapat bahwa teh wangi melati adalah teh hitam. Dasar argumentasinya adalah karena proses pengeringan yang berkali-kali, sekalipun bahan dasarnya adalah teh hijau membuat teh tersebut menjadi teh hitam juga.

Jadi bagaimana sebenarnya? Teh wangi melati itu teh hijau atau teh hitam?


Baiklah, kita kembali kepada dasar pengertian teh hijau dan teh hitam. Kedua jenis teh ini dibedakan berdasarkan proses produksinya. Teh hijau tidak mengalami fermentasi, teh hitam mengalami full fermentasi. Jangan banyangkan proses fermentasi ini sama halnya dengan proses fermentasi yang terjadi pada tape misalnya, kemudian muncul pertanyaan lha katalisnya apa? Proses fermentasi pada teh hitam lebih tepatnya adalah proses oksidasi. Definisi fermentasi teh yang mudah dimengerti yang saya kutip dari situsnya teh 63 adalah reaksi oksidasi senyawa Polyphenol yang ada di dalam daun teh oleh enzim polyphenol oksidase yang dibantu oleh oksigen dari udara.

Kembali ke Laptop, eh ke proses pembuatan teh. Pada proses pembuatan teh hijau, untuk menghambat terjadinya proses fermentasi, dilakukan proses pelayuan dengan cara frying. Cara ini dilakukan dengan melewatkan daun daun teh pada silinder panas sekitar 5 menit. Atau bisa juga dengan proses steaming, yaitu dengan melewatkan daun pada uap panas bertekanan tinggi untuk beberapa saat.. Menurut proses teh hijau Sosro, setelah didinginkan daun teh digulung dengan mesin jackson untuk memecah sel daun teh, tetapi diusahakan daun teh sedapat mungkin tidak remuk hanya tergulung saja. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan rasa daun yang LEBIH SEPET. Setelah itu baru dilakukan beberapa proses pengeringan lagi untuk menurunkan kadar airnya.

Sedangkan pada proses pembuatan teh hitam, proses pelayuan hanya dilakukan dengan menghembuskan angin pada kotak pelayuan. Setelah itu dilakukan proses berikutnya adalah memecah daun teh terlebih dahulu dengan tujuan agar proses fermentasi terjadi secara merata. Pemecahan daun teh, kalau dengan sistim Orthodox dilakukan dengan proses penggilingan, sedangkan sistim CTC daun teh dipotong-potong dengan mesin pisau pemotong.

Nah, khusus untuk pembuatan teh hijau wangi melati, seperti yang saya kutip dari situsnya Sosro, bahan dasar yang digunakan adalah teh hijau dan bunga melati. Teh hijau tersebut dikeringkan kembali dan menghasilkan teh yang berwarna coklat kehitaman yang dalam situs tersebut disebut sebagai Coi-coi. Kemudian Coi-coi tersebut dilembabkan kembali dengan menambah kadar air sekitar 20%. Kemudian teh ditebarkan bersama-sama dengan bunga melati untuk proses pewangian. (kalau proses chinese jasmine tea, seperti yang pernah dikatakan oleh mbak Ratna, melati tidak dicampur, melainkan hanya disimpan bersama-sama teh dalam satu ruangan hingga bunga melati layu dan diganti lagi dengan bunga baru. Proses penggantian bunga dilakukan hingga 7 kali). Setelah proses pewangian selesai, teh dikeringkan kembali untuk menurunkan kadar airnya. Itulah sebabnya kenapa teh hijau wangi melati warnanya hitam, sehingga sering dikira sebagai teh hitam.

Apakah proses oksidasi ini bisa terjadi walau daun teh sudah dilakukan pemanasan untuk menghambatnya? Jawabannya masih bisa. Itu sebabnya untuk teh hijau yang baik selalu dikemas dalam bungkus aluminium foil (selain bungkus luarnya), dan didalamnya diberikan sekantong kecil Oxygen Absorber. Dalam kemasan biasanya ditulis disarankan untuk disimpan dalam refrigerator. Kalau tidak disimpan dengan baik, sekalipun tidak dilakukan proses penggosongan seperti halnya teh hijau wangi melati, teh hijau perlahan-lahan akan berubah menjadi berwarna kehitaman.

Apakah itu berarti teh hijau tersebut telah berubah menjadi teh hitam? Menurut pendapat saya tidak. Yang berubah hanya warna daun teh keringnya, tetapi untuk aroma dan rasa tidak akan sama dengan teh hitam yang telah mengalamai full fermentasi. Hanya untuk kualitas rasa dan aroma dari teh hijau tersebut sudah mengalami reduksi.

Teh hijau wangi melati kita seringkali sangat pekat karena memang jumlah tehnya banyak, dan diseduh dalam jangka waktu yang lama, bahkan ampasnya tidak pernah diangkat dari teko. Bahkan beberapa orang memiliki kebiasaan menyeduh teh semalam sebelumnya untuk diminum pagi harinya. Dulu sewaktu kecil Nenek saya suka bikin teh cemceman. Satu gelas bir, diisi teh hampir setengah gelas. Tentu saja pekat sekali warnanya.

Karena penasaran saya melakukan percobaan tea tasting teh hitam. Saya gunakan teh hijau wangi melati cap Sepeda balap yang sudah lebih dari setahun tersimpan. Karena timbangan yang saya miliki scale terendahnya adalah 20 gram, maka saya ambil 20 gram untuk cangkir ukuran sekitar 300 ml. Ukuran ini juga biasa dilakukan pada masa kecil saya untuk membuat teh cemceman seperti yang Nenek saya lakukan.Kemudian saya ambil 20 gram teh Kajoe Aro.

Setelah saya seduh selama 4 menit, terlihat teh cap balap warnanya jauh lebih pekat, dan bahkan cenderung hitam dibanding teh Kajoe Aro yang sekalipun pekat, tetapi warnanya cenderung merah.

Ketika saya cicipi teh hitam Kajoe Aro sangat pahit sekali (Ya ialah, lho wong 20 gram). Sedangkan teh cap balap rasanya justru di dominasi RASA SEPET, dan tidak sepahit teh hitam. Rasa sepet ini yang menjadi ciri khas teh hijau kita, karena memang proses pembuatannya dilakukan seperti itu.

Hal lain yang mendasari argumentasi untuk mengatakan teh wangi melati adalah teh hijau adalah bentuk daun teh keringnya.

Seperti saya tulis diparagrap sebelumnya, untuk membuat proses fermentasi terjadi secara merata, daun teh dipecah menjadi ukuran kecil-kecil. Dalam industri teh hitam dikenal dua sistim, yaitu sistim orthodox dan CTC (Curl, Tear & Crush). Dengan sistem orthodox, teh digiling silinder, sehingga menjadi bentuk potongan kecil-kecil. Sedangkan sistim CTC, teh dicacah-cacah dengan pisau. Hasilnya teh akan menjadi bulatan kecil-kecil. Sudah tidak berbentuk daun teh lagi. Perkecualian adalah teh hitam Keemun. Potongan daunnya masih cukup besar, dan ketika diseduh, ampas tehnya juga masih berbentuk daun, tetapi ukurannya tidak sebesar ukuran daun teh wangi melati.

Sedangkan kalau anda perhatikan bentuk daun teh wangi melati, masih berupa potongan daun dalam ukuran yang lebih besar. Ketika diseduh, dia akan mengembang lebih besar dan tampak ujud daunnya (terkadang masih berwarna hijau tua seperti halnya teh Oolong).

Masih belum yakin?

Baik, sekarang saya ajak anda berkelana ke daerah Garut. Masyarakat disana lebih terbiasa mengkonsumsi teh hijau. Semula saya juga ragu ketika disuguhi teh hijau mereka yang aromanya bahkan cenderung seperti aroma kopi. (baca Teh Aroma kopi dari garut) Selain itu warnanya juga coklat, tetapi tidak pekat (kebiasaan orang jawa barat adalah menyeduh teh dengan lebih sedikit teh, sehingga tehnya cenderung lebih bening dibanding dengan dengan seduhan teh di jawa tengah).

Ketika saya pergi ke pasar, saya baru yakin bahwa itu memang teh hijau. Di pasar di daerah Garut, ada semacam Tea House, tetapi sangat traditional. Disana teh dijual kiloan. Ada beberapa macam grade yang bisa dipilih yang dibedakan dari harga. Grade terbagus harganya 3,500 per ons. Sedangkan grade terendah harganya 800 rupiah per ons. Grade terendah ini hanya terdiri dari batang saja. Uniknya, bukan bunga melati yang mereka tambahkan tetapi mereka sebut sebagai kembang teh. Ketika saya amati dan cium aromanya, ternyata yang disebut sebagai kembang teh itu adalah Camomile.

Selain teh hijau mereka juga jual teh merah (disana tidak disebut teh hitam, tetapi teh merah, seperti halnya di China). Teh merah hanya dijual satu macam saja. Warnanya memang kecoklatan, seperti halnya warna teh hitam grade rendah.

Dan ternyata teh hijau gosong bukan hanya ada di Indonesia. Baru-baru ini saya mendapatkan teh hijau dari Myanmar, warnanya mirip sekali dengan teh hijau wangi melati kita. Bedanya hanya tidak tampak batang diantara tehnya.

Masih belum percaya teh Wangi melati itu teh hijau? Tanya deh ama mbah Sosrodjoyo ...

Sunday, 14 October 2007

Bagaimana minum teh dengan cara yang benar?

Kalau anda baca jargon yang saya usung dalam blog ini, yaitu minum teh benar dengan cara yang benar, mungkin anda akan bertanya-tanya emang bagaimana teh yang benar itu? Emang ada teh yang tidak benar? Terus bagaimana cara yang benar? Selama ini cara minum teh saya fine-fine saja.

Sekarang kita coba bicarakan tentang cara yang benar dulu dengan teh yang paling sederhana dulu, yaitu teh celup. Ya betul, dikalangan pecinta teh sejati, teh celup tidak akan masuk dalam daftar penyimpanan teh mereka. Pasalnya, teh celup kebanyakan menggunakan daun teh kualitas terendah. Dalam bahasan teh yang benar, nanti saya akan kemukakan tentang grading tea untuk mengetahui bagaimana kriteria teh berkualitas atau dalam istilah saya teh yang benar.


Angkatlah kantong teh celup anda.

Coba perhatikan iklan teh celup yang ditayangkan di televisi. Tampak visualisasi orang sedang minum teh dengan memegang cangkir teh dengan kantong celup di dalamnya. Ya anda tidak salah kalau ternyata anda juga turut melakukan kesalahan cara menyeduh teh. Produsen teh lewat tayangan iklannya sama sekali tidak mengedukasi, atau bahkan dengan sengaja memperagakan cara menyeduh teh yang salah tersebut.

Contoh nyata saya dapatkan di situsnya Unilever tentang cara menyeduh teh produksi mereka, Sariwangi. Dalam step-stepnya sama sekali tidak disinggung atau bahkan disarankan untuk mengangkat kantong tehnya.

Cara yang benar adalah anda mesti mengangkat kantong teh anda setelah 3-5 menit waktu penyeduhan. Membiarkan teh terlalu lama di dalam cangkir anda, selain membuat rasa teh lebih pahit (mungkin tidak terasa bagi anda, karena anda terbiasa mencampurkan gula di dalam teh anda), juga membuat kandungan kimia lain terurai lebih banyak. Selain itu, anda juga mesti waspada dengan kantong teh celup anda, yang banyak dikatakan memiliki kandungan chlorine yang tinggi akibat proses bleaching dari kantong tersebut.

Waktu ideal adalah 3-5 menit. Bahkan untuk beberapa jenis teh anda dapat menyeduhnya kembali dengan kantong yang sama. Lebih hemat bukan?

Tapi tunggu dulu. Ini hanya satu step untuk teh sederhana. Untuk beberapa jenis teh, dengan beberapa budayanya seperti Gongfu Cha, Chanoyu memiliki cara yang lebih rumit dan pengetahuan teh yang lebih tinggi, dan tentu saja peralatan teh yang lumayan mahal. Contoh peralatan penyeduhan teh ala Gong Fu cha dapat anda lihat di Banner blog ini. Saya akan bahas di kesempatan lain.

Monday, 8 October 2007

Bagaimana cara menyeduh teh yang benar?

Ada satu kebiasaan kita yang salah dalam menyeduh teh, yaitu dengan merendam ampas teh dalam teko atau cangkir. Bahkan beberapa orang ada yang memiliki kebiasaan merendam teh semalaman untuk diminum keesokan harinya. Padahal, merendam teh maksimal 5 menit saja (untuk teh hitam). Lebih dari 5 menit zat Tannin akan keluar, sehingga menyebabkan rasa teh menjadi lebih pahit.

Untuk memisahkan ampas daun teh, bisa digunakan wadah lain atau teko lain, dan menggunakan saringan. Alat lain yang dapat dipergunakan yang disebut sebagai tea infuser. Alat ini cara kerjanya mirip dengan teh celup. Teh dimasukkan dalam kantong yang terbuat dari stainless steel, masukkan dalam cangkir, selesai seduh tinggal angkat. Hanya alat ini cocoknya untuk teh hitam saja. Untuk teh hijau, kurang cocok karena teh hijau butuh ruangan lebih besar untuk mengembang. Selain itu, stainless steel terlalu panas kalau digunakan untuk teh hijau. Kalau anda memilih tea infuser, pilihlah yang ukurannya agak besar, sehingga anda lebih leluasa menggunakannya untuk menyeduh satu cangkir hingga 4 cangkir. Tea infuser ini juga dapat dipergunakan untuk menyeduh teh dalam teko, untuk menggantikan fungsi saringan teh.

Peralatan lain yang cukup praktis disebut Tea Plunger. Alat ini berbentuk silinder, dengan lubang-lubang saringan disekelilingnya, tetapi tidak sampai dibagian bawah silinder. Di tengah silinder ada semacam klep dan tuas yang bisa ditekan kebawah. Ketika waktu seduh dirasa cukup, tuas ditekan kebawah, klep akan menekan teh ke dasar silinder sehingga tidak terkena air lagi. Tea plunger banyak digunakan untuk tea pot press seperti merk Bodum misalnya.



Air apa yang baik dipergunakan untuk menyeduh teh?

Air sumur atau Ledeng? Dipanaskan sampai menggelegak atau hangat-hangat kuku?

Teh, hampir lebih dari 90% bahan yang dipakai adalah air. Kualitas air sangat berpengaruh terhadap kualiatas teh yang anda seduh. Selain itu, suhu air yang ktia masak juga merupakan pengaruh yang besar. Air yang bagus adalah air dari mata air pegunungan. Air Minum dalam kemasan seperti Aqua, adalah salah satu contoh air yang cukup bagus untuk dipergunakan. Suhu air tergantung dari jenis teh yang mau diseduh. Teh hitam suhu air yang digunakan adalah 100 derajat Teh Oolong 80-90 derajat. Untuk teh hijau cukup dengan air 70 derajat, sedangkan teh putih lebih rendah lagi, cukup dengan suhu air 60 derajat.

Seberapa banyak takaran teh yang diperlukan?

Kunci dari keberhasilan seduhan teh anda adalah keseimbangan antara jumlah air dan jumlah teh yang dituangkan. Terlalu sedikit teh akan menyebabkan rasa dan aroma tidak keluar, sebaliknya terlalu banyak teh yang menyebabkan rasa teh menjadi lebih pahit. Rumusan sederhana adalah satu sendok teh seduh, untuk 1 cangkir ukuran 300 mm. Untuk teh Oolong, digunakan lebih banyak teh. 1 Sendok makan teh, untuk 1 cangkir ukuran 300 mm. Tidak ada rumusan yang pasti, karena selera orang berbeda-beda. Ada yang suka dengan teh kental, ada yang suka teh yang lebih bening. Ada bisa mencoba-coba mengurangi atau menambah takaran sesuai selera anda.

Jenis teh berdasarkan proses produksi

Minum teh mungkin merupakan kebiasaan yang kita lakukan setiap hari. Baik itu di rumah atau di warung, warung hampir tidak pernah tidak tersedia teh. Akan tetapi tampaknya, teh belumlah menjadi minuman yang bergengsi. Bahkan dibeberapa warung makan, teh merupakan minuman gratis. Di beberapa restaurant papan atas, hampir tidak pernah menyajikan minuman teh dengan kualiatas baik.


Fakta yang kita dapat apresiasi kita terhadap teh memang dapat dikatakan masih cukup rendah. Kita hampir tidak perduli dengan jenis teh yang kita minum. Kita lebih mengenal merk dibanding jenis teh itu sendiri.Masih banyak yang belum mengerti apa bedanya teh hijau dan teh hitam, apalagi teh Oolong.

Teh berasal dari tumbuhan Camelia Sinensis. Teh berasal dari negeri China, kemudian dibudidayakan di India dan dengan cepat menyebar ke seluruh dunia.

Teh mirip dengan buah anggur. Rasa dan aroma sangat dipengaruhi oleh iklim, ketinggian dan lingkungan dimana teh tersebut di tanam. Walau berasal dari jenis pohon yang sama, teh dari masing-masing daerah akan memiliki rasa dan aroma yang berbeda.

Berdasarkan proses pembuatannya teh dibagi menjadi empat kategori:
  1. Teh Putih, teh yang tidak mengalami proses apapun, selain hanya dikeringkan saja
  2. Teh Hijau, teh yang tidak mengalami fermentasi
  3. Teh Oolong, teh yang mengalami fermentasi sebentar
  4. Teh hitam atau teh merah, adalah teh yang mengalami full fermentasi
Adapun yang dimaksudkan dari fermentasi disini bukanlah fermentasi seperti halnya pembuatan tape yang menggunakan katalis tertentu. Fermentasi atau lebih tepatnya oksidasi, adalah proses oksidasi senyawa Polyphenol yang terkandung dalam daun teh oleh enzim polyphenol oksidase yang dibantu oleh oksigen dari udara. Reaksi oksidasi ini yang akan merubah senyawa-senyawa dalam daun teh, sehingga masing-masing jenis teh tersebut walaupun masih memiliki kandungan kimia yang sama, tetapi kadarnya berbeda-beda.


Ada satu lagi jenis teh yang disebut Tisane atau herbal tea. Teh jenis ini bukan dibuat dari daun teh (Camelia Sinensis). Bisa dibuat dari daun, bunga, akar dan biji tumbuhan. Contoh Tisane yang terkenal adalah Chamomile, Hibiscuss atau Rosela dan Bunga Krisant.

Pentingkah mengetahui jenis teh yang kita minum?

Pengetahuan tentang jenis teh sangatlah penting karena selain memiliki kandungan kimia dengan kadar yang berbeda, yang tentunya memiliki khasiat yang berbeda, penanganan dan cara seduh dari keempat jenis teh tersebut juga berbeda. Dengan cara seduh yang salah, bisa merusak rasa teh itu sendiri, atau malahan teh tersebut tidak keluar aroma yang seharusnya.

Apa saja kandungan kimia yang terdapat dalam daun teh, apa khasiatnya, dan bagaimana menyeduh teh dengan benar? Tunggu posting berikutnya.

Teh apa yang anda minum?

Teh apa yang anda minum? Coba tebak jawaban umum apa yang kira-kira didapat? Kalau aku suka teh Sari wangi. Aku suka Tong Tjie. Wah, teh upet lebih mantep deh rasanya. Teh Sosro donk...

Kira-kira seperti itulah jawaban yang umum. Merk teh lebih mudah diingat dari pada jenis teh. Padahal jawaban yang saya inginkan adalah aku biasa minum teh hitam merk Walini, misalnya. Kalau aku suka teh hijau Longjing. Hmm.. rasanya teh putih Yinzhen lebih cocok deh buat saya.

Lhah apa perlunya untuk mengetahui jenis teh yang kita minum. Emang teh ada berjenis-jenis? Apa bedanya? Rasanya gimana?

Masyarakat tidak sepenuhnya bisa disalahkan kalau mereka tidak peduli atau kurang pengetahuan mengenai jenis-jenis teh yang ada. Kenyataannya, edukasi mengenai jenis teh memang tidak dilakukan para produsen teh kita. Tidak semua jenis merk teh mencantumkan jenis teh yang mereka produksi. Maka tidak heran kalau banyak terjadi kekeliruan persepsi. Teh hijau disangka teh hitam. Teh hitam dan teh merah adalah dua jenis teh yang berbeda, dsb. Padahal mengetahui jenis teh yang kita minum teramat penting, karena masing-masing jenis teh memiliki treatment yang berbeda. Khasiat yang berbeda.

Sebenarnya ada berapa jenis sih? Kok pakai warna-warni kayak pelangi saja?

Benar, kalau di China teh mirip dengan pelangi, colourfull. Ada teh hitam, merah, putih, kuning, dan hijau. Tetapi secara umum jenis teh berdasarkan proses produksinya ada empat jenis yang dikenal:

1. Teh putih
2. Teh hijau
3. Teh Oolong
4. Teh hitam/merah

Apa saja bedanya? Wah ceritanya lebih panjang lagi. Tunggu posting berikutnya.