Sunday, 28 October 2007
Cerita pagi bersama Tongji
Dalam salah satu review teh saya , ada salah satu komentar dari Tresyabedkowska , seorang teman dari jalansutra dan MP yang bermukim di Polandia. “Saya paling suka teh tong tji, bisa kasih ulasan nggak pak? matur nuwun sanget loh!”
Dugaan saya yang dia tanyakan adalah teh Wangi Melati Tongji. Varian teh jenis ini dengan merk Tongji memang telah mengisi hati para penggemar teh.
Untuk jenis teh Wangi melati, ada beberapa merk yang pernah saya coba. Merk Gopek, Cap Botol, Tongji dan Sepeda balap. Sekilas, secara kualitas material daun teh, kesemua merk tersebut hampir sama. Daun teh berikut batang, dengan serpihan beberapa kuntum bunga melati. Kalau untuk aroma, menurut indera penciuman saya teh cap botol masih menjadi pilihan nomor satu. Nanti dalam kesempatan lain saya akan coba tea tasting kesemua merk tersebut untuk membandingkan siapa yang paling unggul.
Untuk varian teh seduh hitam ternyata tidak banyak pilihan. Yang saya temukan di jajaran rak supermarket adalah merk Goalpara, Cap Bendera, Teh Poci dan Tongji.
Karena selama ini teh Wangi melati Tongji cukup terkenal, menemukan teh hitam Tongji cukup menarik bagi saya. Kemasan 50 gram terlihat tampak cantik dengan gambar teko dan dua cangkir teh keramik.
“Hanya diambil dari daun paling muda dan diproses oleh ahli teh untuk menjamin rasa khas dan aroma yang unik” Begitu yang tertulis dikemasannya. Hmm.. cukup menarik untuk dicoba. Harganya cukup murah, sekitar 1500. Lalu saya banding-bandingkan dengan teh hitam Walini Orthodox yang harganya 3000 rupiah per 100 gram. Ekspektasi saya terhadap teh ini tentu tidak jauh dari Walini.
Ketika saya buka kemasannya, ekpekstasi saya bertambah tinggi, karena tehnya dibungkus dengan aluminium foil. Ya, aluminium foil adalah kemasan yang cukup baik untuk menyimpan teh. Tetapi ketika saya buka bungkus aluminium foil, ekpektasi saya langsung turun seketika.
Teh ini diproduksi dengan mesin sistim ortodhox. Warna teh didominasi serpihan warna coklat muda, bercampur dengan sedikit serpihan warna hitam. Ini yang membuat saya kecewa. Warna coklat menandakan teh ini dihasilkan dari daun tua, atau jangan-jangan malahan dicampur batang teh. Untuk daun teh yang muda, warna tehnya adalah hitam (itu sebabnya disebut sebagai teh hitam). Satu poin minus untuk teh ini.
Saya coba cium aromanya. Hmmm… kalau tidak ada yang salah dengan indera penciuman saya, teh ini dicampur dengan sedikit artifisial flavour. Ada sedikit aroma mawar, tetapi tidak sekuat aroma mawar pada teh merk Bendera dan Prenjak.
Saya masukkan teh dalam tea infuser lalu saya masukkan dalam cangkir air panas. Warna air dalam cangkir seketika berubah menjadi warna merah. Dua poin minus saya berikan kepada teh ini. Teh hitam kualitas baik, perubahan warna air menjadi warna merah terjadi secara perlahan. Biasanya dalam waktu 4-5 menit warna merah baru merata dalam keseluruhan air.
Empat menit sudah berlalu, dan ketika saya angkat tea infuser dari dalam cangkir, tampak tertinggal beberapa bubuk teh di dasar cangkir. Poin minus bertambah satu. Dugaan saya, grade yang digunakan oleh teh ini adalah broken mix, dicampur dengan dust dan fanning, dan kemungkinan malahan dicampur dengan pluff. Bubuk teh yang ada didasar cangkir dihasilkan dari grade dust, sedangkan serpihan warna coklat kemungkinan besar dihasilkan dari grade pluff. Rasanya? Ah, dengan beberapa poin minus diatas anda sudah bisa membayangkan sendiri bagaimana rasanya. Akhirnya teh ini hanya akan menjadi penghuni Museum tehku , alias sekedar menjadi koleksi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Hi...
Mo tanya nech...
gimana caranya frenchise kedai teh TongJi...???
Thanks before
-LupUz-
08563177588
Post a Comment