Kedai ini memiliki koleksi teh hijau, teh hitam, teh oolong dan teh putih cukup lengkap.
Senin, 23 Agustus 2010, 15:13 WIB Bonardo Maulana Wahono
VIVAnews - Teh, orang bilang, menyimpan harapan. Sejarah keberadaannya yang berusia ribuan tahun serta menyentuh begitu banyak kebudayaan telah membuatnya begitu berwibawa. Tapi kurangnya pengetahuan masyarakat kita terhadap berlapis-lapis varian teh menyebabkan apresiasi terhadap minuman ini begitu rendah. Sementara di beberapa tempat kehadiran teh senantiasa dinantikan dengan penuh debar dan dibarengi upacara istimewa - misal Inggris, Cina, atau Jepang - kita kerap menganggapnya tak berharga.
Di tengah tandusnya penilaian baik itu, Kedai Teh Laresolo seakan membawa terang dan meneruskan harapan. Tempatnya berdiri mungkin tak terlihat 'canggih' jika dibandingkan dengan kedai-kedai kopi nomor satu yang ada di Jakarta. Namun dari pojok yang bersahaja itu, di kompleks Agri Park, Taman Kencana, Bogor, nan teduh, para pengunjung dapat mencecap bentangan rasa teh yang didapatkan dari beberapa negara.Warung yang disusun dari bilah-bilah bambu itu cukup memiliki koleksi lengkap teh hitam, teh hijau, oolong, serta teh putih. Sebut saja Ti Kuan Yin (Ti Guan Yin), teh oolong Cina kualitas premium dari provinsi Fujian yang termasyhur itu. Atau oolong Bengkulu, sebuah varian teh Indonesia yang juga punya posisi mulia di industri ini. Kita juga dapat dengan mudah memesan teh putih (white tea) ketika sudah di sana. Teh putih terbuat hanya dari pucuk dauh teh, yang jumlahnya, dalam satu pohon, sangatlah sedikit, sesuatu yang mendongkrak harga jualnya. Pue erh juga tak boleh alpa disebutkan. Di dunia teh, pu erh dapat disejajarkan dengan anggur (wine) dari segi lama penyimpanan. Laresolo menyediakan teh pu erh yang sudah berusia empat tahun. Pemilik kedai ini, yang nyaman dipanggil Bambang Laresolo, memiliki teh yang berusia 15 tahun.
"Suhu amat mempengaruhi proses penyajian teh," tukas Pak Bambang ketika meracik Wedding Imperial untuk saya. Teh ini berasal dari Sri Lanka dan diracik oleh pabrik teh ternama asal Perancis, Mariage Freres. Setiap jenis teh memiliki suhu ideal yang diperlukan untuk mengungkapkan kelebihannya. Jika suhu air terlalu panas, rasa dan aroma teh akan rusak. Karena itu, merebus teh dalam air mendidih adalah sebuah keteledoran, ungkapnya.
Teh putih, contohnya. Suhu air terbaik untuk menyiapkan teh jenis itu berkisar antara 70-80 derajat Celsius. Setelah itu, lama merendam daun teh pada air cukup antara 1 sampai 5 menit. Teh hijau hanya butuh air yang bersuhu kurang lebih 60-70 derajat Celsius. Teh hijau cukup ditenggelamkan selama satu hingga dua menit. Sementara teh hitam dan oolong dapat disiapkan pada suhu air 90-95 derajat Celsius.
Laresolo, yang secara harafiah berarti Bocah Solo, resmi menghuni Agri Park pada bulan Juni yang basah tahun 2010. Dengan luas sekitar 2x2 meter persegi, kedai itu bertetangga dengan sebuah kolam yang menenangkan serta sehimpunan rumah makan. Pada awalnya, kedai itu semata merupakan, seperti yang termaktub dalam blog-nya, "kedai virtual" yang hanya terlibat dalam interaksi di jagat maya. Sebagaimana pengakuannya, dari internet pula ia berkenalan dengan dunia teh, yakni di milis jalan-jalan dan makan-makan Jalansutra. Di milis itu ia bertemu dengan orang-orang yang membuka jalannya untuk menyelami lebih dalam hal-ihwal teh. Persinggungan yang kian intensif itu kemudian mendorongnya untuk sering berbagi pengalaman dan pengetahuannya tentang teh di Jalansutra.
Salah satu hal yang ia bagikan adalah khasiat teh. Pak Bambang mendedahkan bahwa masing-masing teh menyasar pada bagian tubuh yang berbeda. Sebagai misal, khasiat teh hijau berbeda dengan teh oolong. "Teh hijau banyak mengandung asam amino, karena itu dia berguna untuk otak. Ia juga baik untuk kulit wajah," terangnya. Sedangkan teh oolong banyak berguna untuk kesehatan jantung. Bagi anda yang memiliki masalah pencernaan, cobalah untuk mengonsumsi teh Pu Erh secara teratur sebab ia bertanggung jawab pada wilayah perut.
Kebiasaan berbagi itu terus ia salurkan di Kedai Laresolo. Jika kebetulan sedang ada di sana, ia tak sungkan menjawab berbagai pertanyaan tentang teh. Ia juga tak terlihat ragu untuk merekomendasikan teh yang kiranya akan cocok dengan lidah para pelanggannya. Ia mungkin menamai tindakannya sebagai kewajiban melayani. Saya menyebutnya hospitality.
Ada cerita menarik mengenai keramah-tamahan ini, yang kini kian langka di dunia kuliner. Suatu ketika, ia bercerita, ada seorang gadis SD datang ke sana dengan seorang temannya. Mereka berniat membeli. Si gadis menanyakan harga termurah teh di kedai itu kepada salah satu stafnya. Setelah dijawab, si gadis kemudian beranjak sambil berkata "oh, ya udah. nggak jadi. Uangnya kurang."
Pak Bambang sedang menyiapkan komposisi teh leci yang pas ketika mendengar itu. Setelah sedikit percakapan, ia memberikan teh leci itu kepada si gadis dan temannya. "Dia tamu spesial saya. Butuh keberanian dan passion untuk bertanya apakah uangnya mencukupi," jelasnya. Dua hari kemudian, sang gadis datang lagi ke sana dengan empat temannya. Dan kali itu, mereka membawa cukup uang.
Teh, memang, menyimpan harapan. Dengan mematok harga sekitar Rp 5.000 hingga Rp 15.000, Laresolo tidak hanya meluaskan cakrawala lidah kita akan kekayaan rasa teh yang tak tepermanai. Ia juga sekaligus menyinggung kita akan kenikmatan berbagi.
2 comments:
Aduuuh, semakin lama baca2 blog ini, semakin saya ingin berkunjung.. (Direalisasikan dong, hehe). Kapan-kapan saya mampir ya, pak ^^
kapan pulang mbak?
Post a Comment